Belajar Menghadapi Musibah ala Istri Buya Hamka
Bagi para penggemar sastra dan ceramah Islami, nama Buya Hamka tentu sudah sangat favorit dan akrab di telinga. Buya Hamka dikenal sebagai sosok yang begitu bijak, rendah hati, pemaaf, cerdas, dan berbagai sikap positif lainnya. Sosok menarik ini rupanya tak hanya ada pada diri Buya Hamka saja, melainkan juga pada istrinya.
Buya Hamka beserta keluarganya memang mempunyai kisah -kisah yang inspiratif dan layak dinikmati. Istri Buya Hamka merupakan sosok wanita yang hebat. Kehebatannya ini bisa dilihat dari sebuah kisah sederhana tentang caranya menghadapi musibah.
Sudah selayaknya jika kehidupan ini terkadang dihiasi dengan musibah dan penderitaan. Keluarga Buya Hamka pun tak luput dari cobaan semacam ini. Sebelum ia menjadi ulama yang populer, kehidupan Buya Hamka masih begitu sederhana.
Ia bersama istrinya dan anak -anaknya tinggal di sebuah rumah yang terbilang sangat sederhana. Selayaknya sebuah rumah sederhana, atap yang bocor menjadi hal yang sering dihadapi.
Kala itu, hari hujan cukup deras. Hujan yang jatuh di atas rumahnya pun jelas menyuratkan bahwa atap rumahnya sedang bocor. Sayang, Buya Hamka sedang pergi lantaran sebuah urusan. Sebetulnya, mereka tahu kalau atap rumahnya sedang bocor.
Mereka berencana memperbaikinya segera setelah memiliki uang yang cukup. Namun, karena uang yang terkumpul belum cukup, akhirnya mereka urung memperbaiki atap rumah mereka yang bocor. Alhasil, setiap kali hari hujan, mereka harus bertahan dengan atap yang bocor.
Lubang -lubang yang menganga di atap rumahnya pun tak hanya satu. Beberapa lubang sekaligus mengalirkan tetes demi tetes air hujan, masuk ke dalam rumah. Istri Buya Hamka pun dengan sigap segera mengambil ember dan baskom.
Diletakannya ember dan baskom -baskom itu lubang -lubang atab yang menganga untuk menampung tetesan air. Hujan yang semakin deras di luar, membuat air yang tertampung semakin banyak.
Istri Buya Hamka sudah terbiasa dengan hal semacam ini. Ia pun tak banyak mengeluhkan atap rumahnya yang bocor. Namun, sebagai seorang ibu, ia merasa iba pada anak -anaknya yang masih kecil karena harus tinggal di rumah yang kurang layak seperti itu.
Tapi, ia sadar bahwa meratapi nasib bukanlah cara yang tepat untuk menghadapi musibah atau pun penderitaan. Menariknya, ia tetap punya ide sederhana untuk membuat anak -anaknya tetap merasa senang.
Istri Buya Hamka mengambil lembaran kertas bekas. Dilipatnya kertas itu membentuk kapal -kapalan. Ia lantas meletakkannya di atas baskom penampung yang telah penuh oleh air hujan. Diajaknya anak -anaknya untuk bermain.
Jadilah, ia bersama anak -anaknya bermain kapal -kapalan dengan senang, dan bukannya malah meratapi atap rumah yang bocor. Hmm, sungguh menarik bukan?
Referensi :Purna, asep. 2011. 101 Kisah Inspiratif. Jakarta : GagasMedia, hal 216.