MEMAHAMI SEJARAH TRADISI SERTA BUDAYA ISLAM DI NUSANTARA

Sebagai bangsa yang besar yang terdiri dari suku, agama maupun rasnya. Tentu Indonesia juga mempunyai beragam tradisi dan kebudayaan yang beragam pula. Berbagai tradisi dan kebudayaan ini tentu ada sejarahnya tersendiri. Mulai dari kapan mulainya, siapa yang mengawalinya sampai pesan-pesan apa yang terdapat dalam sejarah  tradisi atau budaya yang telah ditinggalkan oleh para leluhur kita.

Sebagai rakyat Indonesia yang beragama Islam, selayaknya kita juga harus tahu apa-apa saja tradisi dan budaya Islam yang ada nusantara ini. Hal ini harus kita ketahui, agar supaya kita tidak melupakan tradisi dan budaya tersebut yang disebabkan oleh derasnya perkembangan tradisi atau budaya dari luar negeri kita yang saat ini berkembang dengan begitu cepat dan pesat.

Hal ini tentu sangat diperlukan supaya kelak ketika kita sudah tua nanti masih bisa menceritakan dan menjelaskan betapa pentingnya menjaga dan melestarikan sejarah tradisi dan budaya yang ada di nusantara ini bagi anak cucu kita kelak. Terlebih lagi, sebagai rakyat Indonesia yang beragama Islam tentu sangatlah banyak sejarah tradisi dan budaya yang mana sampai saat ini masih diteruskan oleh generasi umat Islam sekarang.

Tradisi dan Budaya Islam di Nusantara

Sejarah tentu pastilah ada yang mengawalinya dan bisa saja sejarah tersebut dirubah, baik itu untuk hal-hal yang negatif atau bisa juga sejarah tersebut dirubah menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat bagi masyarakat luas.

Begitu pula dengan sejarah tradisi dan budaya yang ada di nusantara ini. Tentunya ulama-ulama atau sunan-sunan zaman dahulu yang sudah mendalami ilmu-ilmunya sudah mengetahui berbagai tradisi dan budaya yang ada pada suatu masyarakat. Apakah itu baik untuk tetap dilakukan oleh suatu masyarakat, atau memang perlu adanya suatu perubahan dalam tradisi atau budaya tersebut.

Sehingga dengan ilmu-ilmu yang telah mereka dalami para ulama dan para sunan terdahulu bisa meluruskan kebiasaan yang ada pada suatu masyarakat tersebut serta digunakannya sebagai sarana dakwah kepada umat yang ada di bumi tercinta ini. Misalnya di pulau Jawa, yang mana masyarakatnya begitu kental dengan seni dan budaya Jawanya. Seperti wayang, kemudian musik (gending), seni bangunan, ukiran kayunya, dan lain sebagainya.

Para ulama dan para sunan terdahulu sering menggunakan tradisi yang sudah melekat pada suatu masyarakat tersebut, untuk tujuan dakwah. Mereka menyebarkan agama Islam melalui kesenian-kesenian yang sudah ada, artinya para ulama’ dan para sunan terdahulu tetap memperhatikan suatu kesenian yang sudah ada, kemudian sedikit demi sedikit mereka memasukkan ajaran dakwah pada sebuah acara atau kebudayaan tersebut.

Macam - Macam Sejarah Tradisi dan Budaya Islam di Nusantara

Dari sekian banyak budaya dan tradisi yang ada pada negeri tercinta ini ada beberapa budaya lokal yang ada pada sebuah masyarakat masih merupakan bagian dari tradisi dan budaya Islam. Tradisi dan budaya Islam di nusantara ini  terdiri dari berbagai macam seni. Mulai dari kesenian dan budaya lokal itu sendiri, seni bangunan, seni ukir atau seni lukis, seni musik dan seni tari, kemudian seni sastra atau aksara.

Berikut penjelasan mengenai macam-macam peninggalan sejarah tradisi dan budaya Islam  yang masih bisa kita lihat atau kita teruskan hingga saat ini:

Pertama, Upacara Adat Sekaten

Sekaten ini merupakan tradisi dan budaya yang dilaksanakan tiap tahunnya.  Ibarat tempat berkumpul dan berdagang secara bersama-sama baik di siang  atau di malam hari. Acara ini dilakukan oleh masyarakat yang ada di daerah Yogyakarta dan Surakarta. Namun, pada waktu itu masyarakat di daerah tersebut masih sedikit yang mengenal Islam.

Akhirnya, melalui acara tersebut diselingi dan dimasukkanlah ajaran-ajaran Islam di dalamnya oleh Sunan Kalijaga. Kata ‘sekaten’ sendiri awalnya adalah berasal dari bahasa Arab yakni ‘syahadatain’ (dua kalimat syahadat), yang artinya dalam acara tersebut masyarakat Jawa diberikan materi-materi untuk senantiasa belajar Islam diantaranya mengucapkan dua kalimat syahadat:

اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاّ الله وَأشْهَدُ اَنَّ مُحَمّدًا رّسُوْلُ الله

Artinya kurang lebih:

“Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang disembah kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa nabi Muhammad adalah utusan (rasul) Allah”

Namun, karena saat itu orang Jawa belum bisa mengucapkan dengan fasih apa itu ‘syahadatain’, maka pengucapannya pun menjadi agak berbeda ‘sekaten’. Acara sekaten ini juga berisikan pertunjukan gamelan-gamelan yang dimainkan.

Kedua, Kesenian Bangunan

Sebelum agama Islam datang, banyak kerajaan-kerajaan yang mempunyai tanah yang begitu luas, sebut saja alun-alun. Acara adat sekatenan diadakan di lokasi tersebut. alun-alun tersebut dikelilingi dengan berbagai tempat penting mulai dari bangunan kerajaan (kraton), pasar, tempat-tempat penting yang dijadikan sarana pemujaan serta bangunan-bangunan penting lainnya.

Tempat-tempat tersebut tersebut merupakan rangkaian budaya lokal setempat yang mana pada bangunan-bangunan tersebut masih asli dan belum mengalami perubahan. Setelah agama Islam datang, seni-seni yang ada bangunan tersebut (arsitektur) masih dipertahankan dan tentunya  mengalami sedikit perubahan. Sehingga bentuk aslinya masih tetap terjaga.

Misalnya saja tempat ibadah yang ada di sekitar alun-alun tersebut yang saat ini sudah menjadi masjid, namun nilai seni (arsitek) lokalnya masih terjaga. Mulai dari bentuk meru-nya (atap yang bertingkat), yang masih dipertahankan karena selain menambah keelokan sebuah masjid kemudian pintunya yang banyak yang memiliki arti setiap orang bisa memasuki dari arah mana saja,  sehingga menjaga saluran udara yang ada di dalam masjid.

Ditambah lagi dengan hiasan kaligrafi pada dinding masjid serta ruang tersendiri (mihrab) yang berada di bagian depan makmum yang berfungsi sebagai tempat imam masjid memimpin shalat lima waktu. Kemudian adanya pendopo yang mana di waktu itu belum banyak yang memeluk Islam, sehingga pendopo ini digunakan untuk sarana belajar untuk belajar mengaji. Serta adanya kentongan atau bedug yang dibunyikan sebagai pertanda untuk dikumandangkannya adzan karena masuknya waktu shalat.

Selain masjid, seni bangunan yang lain adalah adanya bangunan kraton (istana kerajaan) yang mana dalam kraton tersebut terdapat berbagai paduan corak agama, baik Hindu, Islam kemudian kepercayaan warga setempat. Sehingga menjadikan bentuk dan bangunan kraton tersebut lebih bagus dan punya ciri khusus. Seperti Kraton Ngayogyakarta, Kraton Surakarta, Kraton Kasepuhan, Istana Mangkunegaran, Istana Raja Gowa, dan lain sebagainya.

Dari seni bangunan, tentunya akan kita dapati bahwa begitu banyak peninggalan tradisi dan budaya Islam yang ada di Nusantara ini.

Ketiga, Seni Ukir atau Kaligrafi

Faktor ketiga yang sudah menjadi tradisi dan budaya Islam yang sudah ada di nusantara ini adalah masih berkaitan tentang seni juga. Tetapi untuk yang satu ini sering kita jumpai di tempat-tempat ibadah atau biasanya menjadi keistimewaan sendiri bagi seseorang yang di rumahnya ada seni ukir atau kaligrafi ini.

Selain bentuknya yang yang indah, seni ukir atau kaligrafi ini biasanya menjadi nilai tersendiri bagi tempat ibadah atau sebuah rumah. Hal ini dikarenakan biasanya seseorang bisa memilih atau memberikan pilihan ayat yang akan di ukir atau yang akan dijadikan kaligrafi. Sehingga dengan ayat tersebut tidak hanya terpukau dengan keindahan seni tersebut melainkan ayat-ayat al-Qur’an yang di ukir tersebut mempunyai makna yang mendalam dan bisa mengingatkan kita akan kebesaran-kebesaran Allah swt.

Seni ukir atau kaligrafi ini juga sering kita jumpai pada tembok-tembok, atap, mihrab juga di mimbar-mimbar masjid. Tentunya semua ini adalah hasil akulturasi budaya, baik dari budaya Arab dan budaya Jawa.

Begitu pula dengan seni ukir yang ada pada kulit binatang atau lebih dikenal dengan istilah kesenian wayang. Wayang ini juga merupakan salah satu peninggalan masyarakat terdahulu yang mana masyarakat Jawa sangat ramai menonton pertunjukan wayang ini.

Dari sinilah kemudian ada seorang sunan (Sunan Kalijaga) yang berusaha untuk mengubah kesenian tersebut menjadi sebuah kesenian yang mana penontonnya diajak untuk mengucapkan syahadat serta mengenal sejarah-sejarah dan nama-nama pahlawan Islam.

Pertunjukan wayang yang sudah akrab dengan masyarakat inilah yang dipakai oleh Sunan Kalijaga untuk berdakwah kepada masyarakat, sehingga dengan seni tradisi dan budaya inilah beliau mengajarkan ajaran-ajaran Islam untuk disampaikan kepada masyarakat luas.

Keempat, Seni Tari dan Seni Musik

Dari berbagai suku yang ada di nusantara ini pastinya juga mempunyai seni tari dan seni musik sendiri-sendiri. Tradisi dan budaya Islam yang berakulturasi dengan dua seni ini juga sangatlah banyak. Ini biasanya dapat kita lihat ketika suatu suku atau masyarakat yang sedang melakukan upacara adatnya. Di situ bisa kita jumpai berbagai macam alunan musik juga tarian-tarian yang mempunyai ragam gerakan.

Tradisi dan budaya Islam yang senantiasa dilestarikan dengan seni tari dan musik ini biasanya terdapat di daerah-daerah tertentu. Misalnya saja pembacaan sholawat kompang, yang mana pembacaanya diiringi dengan tarian yang masih berhubungan dengan pembacaan sholawat tersebut. adapun bentuk dari tarian ini adalah permainan dabus dan seudati.

Tarian dabus ini diawali dengan pembacaan ayat-ayat al-Qur’an serta sholawat terlebih dahulu. Sedangkan tari seudati merupakan sebuah kesenian tradisioanal yang berupa nyanyian atau tarian. Dalam kesenian ini, para penari juga menyanyikan lagu-lagu yang berupa pujian atau sholawat kepada baginda nabi Muhammad saw. Kesenian tersebut di atas berkembang di bekas-bekas pusat kerajaan, seperti kerajaan Minangkabau, Kerajaan Aceh, dan Kerajaan Banten.

Bagi masyarakat Jawa, tentu tidak asing dengan istilah dengan bonang. Yakni alat musik pukul yang terbuat dari perunggu dan bentuknya menyerupai bentuk gong tetapi kecil. Maksudnya waktu itu ada seorang sunan yang mana menyebarkan agama Islam melalui lagu-lagu Jawa atau langgam Jawa. Sunan tersebut  menyebarkan ajaran tauhid, ibadah, akhlak dan sejarah nabi saw. melalui kesenian inilah sunan tersebut dengan sebutan Sunan Bonang.

Seni musik ini juga bisa berupa qasidah yang artinya puisi yang lebih dari 14 bait. Qasidah ini merupakan salah satu dari seni suara yang mana dalam anggotanya biasanya terdiri dari 10-14 orang, baik putra maupun putri. Lagu-lagu yang dinyanyikan terdapat ajakan-ajakan untuk berbuat amar ma’ruf nahi munkar kepada umat manusia.

Selain itu qasidah juga diiringi dengan berbagai alat musik, jika qasidah tersebut tradisional, maka alat musik yang digunakan untuk mengiringi qasidah tersebut hanyalah rebana saja yang terdiri dari berbagai ukuran. Berbeda dengan qasidah modern yang mana alat untuk mengiringinya juga sudah memakai alat-alat elektronik modern

Kelima, Seni Sastra atau Aksara

Seni sastra ini juga menjadi salah satu tradisi atau budaya yang menjadi peninggalan ulama-ulama terdahulu. Dalam istilah Jawa seni sastra atau aksara ini disebut dengan istilah tembang. Adapun di Sumatra dan di Semenanjung Melayu disebut dengan istilah tembang dan gancaran.

Karya sastra Jawa ini ditulis dengan huruf Jawa kuno, sedangkan di sastra yang ada di pulau Sumatra umumnya ditulis dengan huruf Arab. Dari karya-karya sastra tersebut lahirlah buku-buku atau suluk yang materinya berisikan tasawuf, atau bisa juga dalam bentuk syair-syair kuna yang penulisannya pun juga ditulis dengan bahasa-bahasa kuno atau bahasa daerah masing-masing.

Karya sastra yang terlahir dari penggunaan seni sastra yang bernuansa Islam ini, diantaranya adalah: Babad Cirebon, Babad Tanah Jawi, Sejarah Melayu, Gurindam Dua Belas, dan Bustan Salatin.

Kemudian daris segi isi dan coraknya karya sastra yang berkembang setelah agama Islam datang adalah hikayat dan babad.

Hikayat adalah suatu cerita yang isinya berupa peristiwa-peristiwa dalam sejarah, termasuk kejadian-kejadian yang tidak bisa dinalar oleh akal manusia adalah masuk dalam kategori hikayat. Sebut saja Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Bayan Budiman, Hikayat si Miskin, dan lain sebagainya.

Sedangkan babad adalah suatu cerita yang didalamnya mengandung uraian cerita dari kejadian sejarah. Kawasan yang ada di daerah Melayu menyebut babad ini dengan nama suatu peristiwa sejarah atau salasilah atau bisa juga disebut dengan tambo.

Pengaruh Tradisi dan Budaya Islam Terhadap Kehidupan Masyarakat Indonesia

Sebagai tambahan, datangnya Islam ke Indonesia ini tentunya juga mempunyai pengaruh terhadap tradisi dan budaya yang sudah ada sebelumnya. Karena sebelum Islam datang, Indonesia  juga sudah mempunyai tradisi dan budayanya sendiri. Baik itu karena agama-agama yang sudah ada sebelumnya atau karena memang masyarakat setempat yang waktu itu memang mengawali tradisi dan budaya tersebut.

Setelah agama Islam datang ke nusantara, tentu bertambah pulalah tradisi dan budaya yang ada di nusantara ini, meskipun secara berangsur-angsur, tentunya hal ini juga merupakan bagian penting dari dakwah para ulama-ulama terdahulu yang memang sengaja mensyiarkan agama Islam ke seluruh pelosok nusantara. Dari sinilah kemudian tradisi dan budaya tersebut berpengaruh dengan tradisi dan budaya yang sudah ada sebelumnya.

Pengaruh-pengaruh tersebut, diantaranya adalah:

  1. Memberikan arus kebudayaan baru setelah kebudayaan yang sudah ada sebelumnya. Baik dari segi agama maupun peradaban (Hindu, Budha, Kristen, Eropa, dll)
  2. Menciptakan daya tarik tersendiri bagi semua kalangan, mulai dari penguasa ataupun pemimpin, pedagang, serta masyarakat nusantara. Karena mempunyai kemampuan tersendiri dalam menanamkan nilai-nilai agama yang serasi dengan sikap kebangsaan Indonesia.
  3. Menguatkan pondasi keagamaan berupa ajaran tauhid kepada Allah swt. dan kenabian Nabi Muhammad saw., serta ajaran-ajaran lainnya yang berupa rukun Iman dan rukun Islam tanpa adanya paksaan terhadap anutan seseorang.
  4. Membuat rakyat nyaman dan aman dengan agama Islam karena ajarannya yang mencakup berbagai aspek-aspek kehidupan. Mulai dari aturan hukum, ibadah maupun sistem pemerintahannya. Terlebih lagi di bidang kebudayaan dan kesenian pada waktu itu. Karena ajaran Islam hanya meluruskan tanpa mengubah suatu tradisi dan budaya yang sudah melekat pada masyarakat nusantara
  5. Pengaruh seni sastra yang membuat masyarakat Indonesia lebih bersemangat dalam mempelajari bahasa Arab untuk belajar huruf hijaiyah guna mempermudah pengalihan bahasa,
  6. Serta mendalami cerita-cerita atau legenda kepahlawanan yang terdapat pada buku-buku sastra kuno yang ada pada agama Islam.

Penghargaan pada Tradisi dan Budaya Islam Nusantara

Setelah membaca sekian panjang mengenai tradisi dan budaya Islam di Nusantara ini tentunya sebagai masyarakat Indonesia kita patut untuk tetap meneruskan, menjaga, minimal mengetahui apa saja tradisi dan budaya Islam yang ada di negeri tercinta ini.

Banyak budaya lokal setempat yang mana sebenarnya itu adalah sebagian dari peninggalan tradisi dan budaya Islam yang ada di nusantara ini. Seperti: acara sekatenan (Grebeg Mulud), Grebeg Besar yang ada di Surakarta dan di Daerah Istimewa Yogyakarta , Dugderan yang ada di daerah Semarang, dan masih banyak lagi tradisi dan budaya yang belum bisa disebutkan di sini.

Hal yang terpenting dari semua ini adalah kita harus bisa menjaga tingkah laku kita ketika ikut dalam acara tersebut bukan hanya untuk hiburan dan bersenang-senang. Demikian juga tradisi atau budaya pewayangan dan gamelan.

Dua kesenian tersebut merupakan dua kesenian yang berharga dan bernilai tinggi bagi rakyat nusantara, tentunya jika dikemas dengan sedemikan rupa. Sehingga masyarakat umum juga bisa menerima pesan positif dari acara wayang dan gamelan tersebut.

Dengan apresiasi tinggi tersebut, kita semua bisa melanjutkan, syukur bisa menjelaskan kepada siapa saja bahwa tradisi dan budaya Islam yang ada di Nusantara ini sangatlah banyak dan begitu penting. Karena mengandung berbagai nilai-nilai penting dalam keseharian manusia.

Seperti nilai persatuan dan kesatuan, nilai persaudaraan (solidaritas yang tinggi), nilai pembaharuan, nilai ibadah (‘ubudiyah), nilai perjuangan , dan nilai-nilai positif lainnya. Meski demikian tidak menutup kemungkinan, kita juga harus bisa menerima tradisi dan budaya baru yang itu tidak bertentangan dengan tradisi dan budaya rakyat nusantara.

 

Sumber:

  1. Software  Kamus Besar Bahasa Indonesia v. 1.1
  2. Muhammad Rohmadi, Pendidikan Agama Islam Untuk SMP Kelas IX, (Sukoharjo: Graha Multi Grafika, 2007)
  3. Robingan, Munawar Khalil, Teladan Utama Pendidikan Agama Islam 3 : untuk Sekolah Menengah Pertama Kelas IX, (Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2011)
  4. Tim Arafah, Pendidikan Agama Islam 3 Untuk Siswa SMP Kelas IX, (Semarang: PT. Aneka Ilmu, 2006)
  5. id.wikipedia.org
*Penulis: Abdul Wahid

Materi lain: