Penelitian Kualitatif dalam Bimbingan dan Konseling: Pertimbangan dalam Memilih Jenis atau Tipe Riset Kualitatif

Portal-ilmu.com kali ini akan memberikan penjelasan tentang penelitian kualitatif dalam bimbingan dan konseling. Pada artikel lain dijelaskan panjang lebar tentang penelitian kuantitatif.

Penelitian kualitatif menjelaskan tentang apa yang terjadi dilapangan, bagaimana terjadinya, dan mengapa terjadi. Mapiare, 2013 menyatakan riset kualitatif memiliki berbagai macam jenis.

Adapun jenis dari penelitian kualitatif, dibagi menurut ajang riset, strategi analisis, dan tujuan khusus. Menurut ajang riset, dibagi menjadi analisis percakapan, riset dialogis, analisis naratif dan semiotika, interaksionisme simbolik, riset etnografi, psikologi ekologis, psikologi eksperiensial, fenomenologi empiris, fenomenologi transendental, dan riset grounded.

Berdasarkan strategi analisis, dibagi menjadi riset karya seni dan kritisme, riset heuristik, hermeneutika, hermeneutika ganda, dan studi kasus sosial.

Terakhir, riset kualitatif berdasarkan tujuan khusus, dibagi menjadi studi kualitatif dasar atau jenerik dan riset feminis atau gender.

Pembahasan ini akan menjelaskan tentang pertimbang untuk memiliki jenis dari riset kualitatif. Penelitian kualitatif menekankan pada proses dan makna (Sale, dkk, 2002).

Ada dua macam pertimbangan yang dilakukan oleh seorang peneliti dalam memilih riset kualitatif, yaitu pertimbangan ideal dan pertimbangan riel-praktis. Masing-masing pertimbangan tersebut, akan dijelaskan sebagai berikut.

Pertimbangan Ideal

Pertimbangan ideal dalam memiliki penelitian kualitatif, dibagi menjadi tiga yaitu keyakinan tentang hakekat realitas, realm yang diteliti, dan pribadi dan kompetensi peneliti. Masing- masing dapat dijelaskan sebagai berikut.

Keyakinan mengenai Hakekat Realitas

Dalam kamus bahasa indonesia, hakikat berarti dasar atau intisari. Sedangkan Hakikat dalam riset kualitatif merupakan sistem pembeda utama sesuatu tipe riset dari riset lainnya, didalamnya mengandung uraian mengenai sifat-sifat dasar, ciri utama, dan unsur-unsur dasar suatu tipe riset (Mapiare, 2013).

Selanjutnya, hakekat realitas dalam penelitian kualitatif adalah istilah filsafat ilmu yang menjadi sistem pembeda utama sesuatu paradigma, perspektif, teori, ancangan, dari yang lainnya, dalam keduanya terkandung sifat-sifat dasar dan ciri khas masing-masing.

Morgan (2007), menyatakan ada empat versi dari paradigma, yaitu paradigma sebagai pandangan dunia, paradigma sebagai sikap epistemologi, paradigma sebagai keyakinan yang dibagikan dalam lapangan penelitian, dan paradigma sebagai contoh model.

Namun, yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu paradigma kualitatif yang menyangkut tentang sikap epistemologi dan  pandangan dunia.

Pertama, paradigma yang menyangkut tentang sikap epistemologi, dalam Creswell (2007) menyangkut tentang asumsi filsafat yang terdapat dalam penelitian kualitatif yang menuntun kehati-hatian individu, ada lima, yaitu ontologi, epistemologi, aksiologi, retorikal, dan metodologi.

Ontologi mengacu pada hasil dari hakikat masalah yang diteliti (Konsolaki, 2012). Guba dan Lincoln dalam Merten (2010), menyatakan aksiologi menanyakan tentang “apa sifat etik?” (berhubungan dengan nilai dan etik).

Sedangkan, epistemologi menanyakan tentang “apa hakekat pengetahuan dan hubungan antara maha mengetahui dan akan diketahui?” (kepercayaan pada cara untuk menghasilkan, memahami, dan menggunakan pengetahuan yang dianggap pantas diterima dan valid).

Selanjutnya, metodologis menanyakan tentang, “Bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang diinginkan?” (mengidentifikasi, penyelidikan, dan dasar kebenaran dari metode penelitian)

Retorik (Onwuegbuzie dan Leech, 2010) menyangkut tentang gaya penulisan informal, dengan menggunakan bahasa pribadi dan definisi tertentu. Dalam arti lain seni atau pengetahuan dari bahasa dan lisan dan tulisan yang komunikatif yang akan digunakan dalam penelitian.

Penelitian kualitatif didasarkan pada pendekatan filosofi yang berbeda, melihat individu dan dunianya saling berhubungan, yang pada dasarnya satu dan memandang realitas sosial itu unik (Ary, dkk, 2010).

Nantinya, hasil penelitian kualitatif adalah laporan naratif yang kaya dan komprehensif, dimana peneliti dapat memahami realitas sosial yang dialami subjek.

Asumsi filosofis merupakan sesuatu yang penting dalam penelitian sebab menggambarkan tentang persepsi, keyakinan, asumsi dan sifat dari realitas dan kebenaran, sehingga dapat mempengaruhi cara penelitian dilakukan, mulai dari desain sampai kesimpulan, dan bertujuan untuk meminimalkan bias peneliti dan peneliti dapat terbuka (Flower, 2009).

Berdasarkan asumsi filosofis, peneliti perlu untuk membentuk paradigma dalam penelitian. Kedua, paradigma sebagai pandangan dunia. Paradigma merupakan suatu pandangan dunia yang sangat penting, menyangkut tentang keyakinan, nilai, dan metode dalam mengambil suatu penelitian dan sebagai langkah awal dalam mendesain penelitian kualitatif (Joubish, dkk, 2011).

Paradigma dalam penelitian kualitatif, menurut Lodico (2010), dibagi menjadi 3, yaitu konstruktivisme sosial, mengacu pada konstruktivis, naturalistik, dan interpretive; advocacy-liberatory; dan pragmatis.

Creswell, 2007, menyatakan paradigma dalam penelitian kualitatif, meliputi postpositivisme, konstruktivisme sosial, advocacy, pragmatis, dan interpretive communities, yang terdiri dari teori feminis, critical theory dan critical race theory, queer theory, dan disablity theories.

Paradigma penelitian kualitatif menurut Lodico dan Cresswell dapat disimpulkan menjadi

1# Postpositivisme, menurut Guba dan Lincoln dalam Denzin dan Lincoln (1994)

Ontologi: critical realism. Kebenaran dipadukan untuk ada tetapi dalam tampilan yang tidak sempurna karena mekanisme pertumbuhan intelektual manusia dan secara fundamental dari interaksi nature dari fenomena.

Epistemologi: modified dualist/objektif. Dualisme secara luas mengabaikan, tidak ada kemungkinan untuk mempertahankannya, tetapi objektivitas itu tetap sebagai “ideal secara teratur”; terutama penekanan ditempatkan pada “perlindungan” eksternal dari objektivitas, misalnya tradisi kritis (melakukan pencarian “fit” dengan pengetahuan awal) dan komunitas kritis (seperti editor, nara sumber, dan teman-teman yang profesional). Temuan replikasi mungkin selelu benar (tetapi selalu tunduk pada falsifikasi).

Metodologi: modified experimental/ manipulatif. Menekankan pada “critical multiplism” (memperbaharui versi dari trianggulasi) sebagai cara untuk memfalsifikasi hipotesis.

2# Kontruktivisme sosial

2#a Konstruktivis, menurut Guba dan Lincoln dalam Denzin dan Lincoln (1994)

Ontologi: relativisme. Kebenaran dapat dipahami dalam bentuk yang multiple, berwujud jika dikonstruksi, baik berbasis sosial maupun pengalaman, nature lokal dan spesifik, tergantung bentuk dan isi pada setiap individu atau kelompok yang memegang konstruksi.

Epistemologi: transaksional dan subjektif. Peneliti dan objek yang diteliti diasumsikan secara interaktif saling terkait sehingga “temuan”, secara harfiah diciptakan sebagai hasil penelitian.

Metodologi: hermeneutik dan dialektik. Variabel dan pribadi dari konstruksi sosial menunjukkan bahwa konstruksi individu dapat diperoleh dan disempurnakan hanya melalui interaksi diantara peneliti dan subjek.

2#b Naturalistik, memfokuskan pada bagaimana dan mengapa individu bertindak dan berpikir seperti yang mereka lakukan, biasanya jenis metode penelitian yang digunakan, antara lain meliputi etnografi, fenomenologi, dan studi kasus (Mellon dan Bogdan, 1990).

Aksiologi: menyangkut nilai-nilai seseorang.

Ontologi: menyangkut tentang sifat eksistensi manusia.

Epistemologi: bagaimana individu datang untuk mengetahui.

2#c Interpretive, menurut Tuli, 2010

Ontologi: kebenaran dibangun secara sosial dan individu membuat sendiri realitas sosialnya. Peneliti interpretif tidak dapat menerima gagasan yang menjadi realitas “di luar sana”.

Epistemologi: naturalistik karena berlaku untuk situasi yang nyata, terungkap secara alami, cenderung tidak manipulatif dan tanpa pengendali.

Metodologi: peneliti membenamkan diri dalam budaya atau kelompok dengan memperhatikan subjek yang diteliti dan interaksinya, sering berpartisipasi dalam kegiatan, mewawancarai key people, mengambil sejarah kehidupan, membangun studi kasus, dan menganalisis budaya atau lainnya yang ada artefak budaya.

3# Advocacy/ Participatory, menurut Heron dan Reason, 1997

Ontologi: subjektif-objektif. Semua yang ada di alam semesta merupakan realitas primordial (purbakala), dimana pikiran secara aktif ikut berpartisipatif.

Pikiran dan alam semester terlibat dalam suatu hubungan yang kreatif, sehingga apa yang muncul dari kenyataan merupakan buah dari hubungan alam semesta dan cara pikiran yang terlibat.

Epistemologi: critical subjectivity dan empat cara untuk mengetahui. Semua pengetahuan yang akan diketahui, setidaknya dilakukan melalui empat cara, yaitu pengalaman, presentasi, proposional, dan praktis.

Epistemologi ini menyajikan peneliti sebagai knower dengan tantangan perkembangan yang menarik (subjektifitas kritis), yang melibatkan kesadaran dari empat cara untuk mengetahui bagaimana mereka berinteraksi dan cara untuk mengubah hubungan antara mereka sehingga mengartikulasikan realitas yang dibayangi oleh batasan dan subjektifitas yang ketat.

Metodologi: bentuk kolaboratif dari inquiri tindakan. Individu bekerjasama melalui empat bentuk dalam mengetahui, tujuannya untuk meningkatkan kesesuaian diantara mereka, yaitu untuk memperbaiki cara meningkatkan dan mencapai kesempurnaan satu sama lain, dan untuk memperdalam cara melengkapi oleh satu sama lain.

4# Pragmatis, Saunders et al. (2009: 119), Guba dan Lincoln (2005), dan Hallebone dan Priest (2009), dalam Wahyuni, 2012

Ontologi: Eksternal, multiple, memilih pandangan yang terbaik untuk diterima sebagai jawaban pertanyaan penelitian

Epistemologi: Salah satu atau kedua fenomena yang dapat diobservasi dan pemahaman subjektif bisa menyediakan pengetahuan yang dapat diterima secara bebas pada pertanyaan penelitian. Fokus pada penelitian terapan, menggabungkan perbedaan perspektif untuk membantu menafsirkan data

Metodologi: Kuantitatif dan kualitatif (campuran atau metode multi desain).

5# Interpretive Communities

5#a Teori Feminis, memandang kondisi sosial saling berhubungan secara metodologi (misalnya interviewer dan interviewee) yang biasanya sering kali diabaikan kekuatan hubungannya, meskipun demikian dapat merusak penemuan dari studi penelitian (Yin, 2011).

5#b Critical Theory, menurut Guba dan Lincoln dalam Denzin dan Lincoln (1994).

Ontologi: historical realism. Kebenaran diasumsikan menjadi dapat dipahami yang mudah dibentuk, dari waktu ke waktu, yang dibentuk oleh sosial, politik, budaya, ekonomis, etnis, dan faktor jenis kelamin, dan kemudian mengkristal (reifikasi) ke dalam serangkaian struktur yang sekarang diambil “nyata”, yaitu alami dan abadi. Semua tujuan praksis struktur yang “nyata”, yaitu sejarah.

Epistemologi: transaksional dan subjektif. Peneliti dan objek yang diteliti diasumsikan saling terkait secara interaktif, dengan nilai-nilai peneliti yang dapat mempengaruhi penelitian.

Metodologi: dialog dan dialektikal. Sifat transaksional penelitian membutuhkan dialog antara peneliti dan subjek yang diteliti. Dialog harus alami untuk mengubah ketidaktahuan dan kesalahpahaman ke salam kesadaran yang lebih tepat.

5#c Queer Theory, fokus pada individu yang mengindetitaskan dirinya sebagai kaum lesbian, gay, biseksual, atau transgender. Peneliti dapat sedikir mengidntifikasi, bisa lebih tertuju pada budaya dan politik, dan bisa menyampaikan suara dan pengalaman individu yang telah ditindas (Gamson, dalam Cresweel, ).

5#d Disablity Theories, menunjukkan pemaknaan dari penyertaan di sekolah meliputi adminstrator, guru, dan orang tua yang memiliki anak cacat (Mertens, dalam Cresweel, ).

Ada perbedaan paradigma antara penelitian kuantitatif dan kualitatif yang menunjukkan adanya dasar keyakinan atau asumsi yang berbeda dalam pendekatannya, mengenai realm, hubungan peneliti terhadap yang diteliti, peranan nilai dalam penelitian dan proses penelitian, menurut Fraenkel dan Wallen (2006), yaitu



Lebih lanjut, penelitian kualitatif sangat erat hubungannya dengan pendekatan fenomenologis, teori feminis, cultural studies, text and discourse analysis, yang dekat dengan postmodernisme (Bogdan dan Biklen, 1998).

Teori postmeodern memandang kebenaran berasalkan dari individu itu sendiri, sebab kebenaran dikonstruk oleh diri individu bukan orang lain.

Sehingga, seorang peneliti kualitatif akan menggunakan cara pandang seorang subjek yang diteliti untuk memahami tentang apa yang terjadi, bagaimana terjadi, dan mengapa terjadi.

Realm yang Diteliti

Realm penelitian berupa substansi riset yang ditarik dari temuan-temuan awal lapangan dan telah dikaitkan dan dikonsepsikan dalam naungan peristilahan suatu teori atau perspektif tertentu.

Pribadi dan Kompetensi Peneliti

Pertimbangan Riel-Praktis

Pertimbangan riel praktis dibagi menjadi tiga yaitu peluang akses, produk yang diharapkan dan dukungan sistem. Produk yang diharapkan dalam penelitian kualitatif diasumsikan sebagai bebas nilai.

Selain itu, mengandalkan pengukuran dan anlisis hubungan sebab akibat antara variabel. Seperti yang dijelaskan pada pembahasan sebelumnya dalam pertimbangan ideal penelitian kualitatif bahwa hasil penelitian kualitatif adalah laporan naratif yang kaya dan komprehensif, dimana peneliti dapat memahami realitas sosial yang dialami subjek.

Laporan naratif ini biasanya menyangkut tentang kondisi psikologis yang dialami indivdiu dalam realitas sosial tertentu yang dianutnya.

Murray (2003) menyatakan narrative psychology menyediakan pendekatan yang dinamis untuk memhami identitas manusia dan proses untuk mengerti tentang perubahan dunia kita.

Hal tersebut berarti menerima bahwa kita hidup didunia dan kita menginterpretasikan tindakan orang lain dan diri kita sendiri melalui cerita yang saling mempengaruhi satu sama lain.

Penelitian kualitatif bergantung pada sistem nilai dari masing-masing pihak antara peneliti dan subjek yang terteliti untuk memperoleh data penelitian dan konteks dimana mereka beroperasi.

Individu mengharapkan terdapat keragaman dari keseluruhan tujuan penelitian kualitatif yang tercermin dalam keragaman produk akhir.

Seorang peneliti yang tujuannya produk akhir sebagai grounded theory akan merumuskan laporan akhir yang berbeda dengan penelitian yang bertujuan untuk memberikan dasar deskriptif.

Produk dari penelitian kualitatif dapat ditentukan berdasarkan sifat dan tujuan dari penelitian kualitatif itu sendiri, sebab penelitian kualitatif sering memberikan landasan empiris untuk penelitian terstruktur yang lebih ketat, selain itu juga menambahkan studi yang berkaitan dengan kuantitatif (Knafl dan Howard, 1984).

Pembaca diharapkan mampu mengevaluasi kualitas kegunaan dari penelitian kualitatif berdasarkan tujuan penulis dan tujuan yang jelas akan dapat membantu pembaca untuk merumuskan seperangkat harapan yang realistis.

Berdasarkan kondisi tersebutlah, maka penelitian kualitatif dapat dikomunikasikan kepada pembaca. Peneliti kualitatif tidak hanya menghasilkan temuan yang sederhana dari penelitiannya (Burnard, 2004).

Hal tersebut berarti harus ada bukti yang substansial dari penelitian kualitatif, peneliti harus berpegang pada temuan, meskipun terkadang menggoda peneliti untuk membuat spekulasi tentang makna yang ditemukan atau mencoba masuk ke dalam pemikiran responden dan menerjemahkannya.

Peneliti yang terlalu berani untuk membuat spekulasi terhadap penelitiannya tanpa didukung oleh data yang ada, dapat menyebabkan munculnya bias dalam penelitian kualitatif.

Sebab, penelitian secara keseluruhan harus membentuk dokumen yang dapat dinilai, sehingga memerlukan penjelasan yang jelas dari teoritis, metodologis, dan analisis keputusan yang dibuat selama penelitian.

Lebih lanjut, penelitian kualitatif tidak dapat digeneralisasikan hasil penelitiannya, sebab generalisasi bukanlah tujuan dari diadakannya suatu riset kualitatif.

Hal tersebut disebabkan, subjek yang dipilih dalam suatu riset kualitatif dilakukan dengan cara sampling teoriris, yaitu karena kemampuan mereka untuk memberikan informasi mengenai lapangan yang diselidiki, selain itu situasional dan mewakili apa yang dicari.

Horsburgh, (2003), menyatakan generalisasi dalam suatu penelitian kualitatif mengacu pada sejauh mana teori dikembangkan dalam penelitian untuk memberikan penjelasan mengenai pengalaman orang lain yang berada disituasi tersebut.

Namun, penelitian kualitatif dapat dikontektualisasikan secara mendalam. Selain itu, adanya tranferability temuan kualitatif (Barbour, 2000), hal tersebut berkaitan dengan relevansi penelitian agar dapat dipahami secara serupa dalam isu dan proses yang terlibat dalam situasi yang lain.

Demikian penjelasan tentang penelitian kualitatif dalam bimbingan dan konseling. semoga artikel ini bermanfaat buat sahabat portal-ilmu.com.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Ary, D., Jacobs, L.C., dan Sorensen, C. 2010. Introduction to Research in Education, 8th Ed. USA: Wadsworth Cengage Learning.
  2. Barbour, R.S. 2000. The Role of Qualitative Research in Broadening the “Evidence Base” for Clinical Practice. Journal of Evaluation in Clinical Practice, 6, 2, 155-163.
  3. Bogdan, R.C. & Biklen, S. K. (1998). Qualitative Research for Education: an Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon.
  4. Burnard, P. 2004. Writing A Qualitative Reserach Report. Accident and Emergency Nursing, 12, 176-181.
  5. Creswell, J. W. 2007. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing mong Five Approaches, 2nd London: Sage Publications.
  6. Creswell, J. W. 2003. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches, 2nd London: Sage Publications.
  7. Flower, P. 2009. Research Philosophies-Importance and Relevance. MSc by Reserach Leading Learning and Change Cranfield School of Management, Jan, 2009, Issue 1.
  8. Fraenkel, J. R & Wallen, N. E. (2006). How to Design And Evaluate Research In Education. New York: McGraw-Hill.
  9. Guba, E. G., & Lincoln, Y. S. (1994). Competing paradigms in qualitative research. In N. K. Denzin & Y. S. Lincoln (Eds.), Handbook of qualitative research (pp. 105-117). Thousand Oaks, CA: Sage.
  10. Heron, J dan Reason, P. 1997. A Participatory Inquiry Paradigm. Qualitative Inquiry, (3), (3), 274-294.
  11. Horsburgh, D. 2003. Evaluation of Qualitative Research. Journal of Clinical Nursing, 12, 307-312.
  12. Joubish, M.F., Khurram, M.A., Ahmed, A., Fatima, S.T., dan Haider, K. 2011. Paradigma dan Characteristics of a Good Qualitative Research. World Applied Sciences Journal, 12, 11, 2082-2087, 2011.
  13. Knafl, K.A. dan Howard, M.J. 1984. Interpreting and Reporting Qualitative Research. Reserach in Nursing and Health, 7, 17-24.
  14. Konsolaki, K. 2012. The Philosophical and Methodological Aspects of A Research Being Conducted in the Fiels of Marketing and Advertising. France: EDAMBA Summer Academy.
  15. Lodico, M.G., Spaulding, D.T., dan Voegtle, K.H. 2010. Methods in Educational Research: From Theory to Practice, 2nd, Ed. San Fransisco: Jossey Bass A Wiley Imprint.
  16. Mapiare, A. 2009. Dasar-dasar Metodologi Riset Kualitatif. Malang: Jenggala Pustaka Utama.
  17. Mapiare, A. 2013. Tipe-Tipe Metode Riset Kualitatif. Malang: Elang Mas.
  18. Mellon, C.A. dan Bogdan, R.C. 1990. Naturalistic Inquiry for Library Science:Methods and Applications for Research, Evaluation, and Teaching. New York: Greenwood Press.
  19. Mertens, D.M. 2010. Research and Evaluation in Education and Psychology. Thousands Oak, California: Sage publication.
  20. Morgan, D.L. 2007. Paradigms Lost and Pragmatism Regained: Methodological Implications of Combining Qualitative and Quantitative Methods. Journal of Mixed Methods Research January 2007; 1; 1; 48-76.
  21. Murray, M. 2003. Narrative Psychology and Narrative Analysis. Dalam Paul M. Camic, Jean E. Rhodes, dan Lucy Yardley. Qualitative Research in Psychology: Expanding Perspectives in Methodology and Design. Washington: American Psychological Association.
  22. Sale, J.E.M., Lohfeld, L., dan Brazil, K. 2002. Revisiting the Quantitative-Qualitative Debate: Implications for Mixed-Methods Research. Quality & Quantity, 36: 43-53, 2002.
  23. Onwuegbuzie, A.J dan Leech, N.L. 2010. Innovative Data Collection Strategies in Qualitative Research. The Qualitative Report, May 2010, 15, 3.
  24. Tuli, F. 2010. The Basis of Distinction Between Qualitative and Quantitative Research in Social Science: Reflection on Ontological, Epistemological and Methodological Perspectives. Ethiopian Journal Education & Sciences, (6), (1), 97-108.
  25. Wahyuni, Dina. 2012. The Research Design Maze: Understanding Paradigms, Cases, Methods, and Methodologies. Jamar, Vol.10, No.1, pp. 69-80.
  26. Yin, R.K. 2011. Qualitative Research from Start to Finish. London: The Guilford Press.

Bacaan lain: