Pengertian, Syarat, Ciri - Ciri dan Penggolongan Pajak

Pajak adalah salah satu hal penting dalam suatu negara. Sebagai seorang warga negara yang baik, maka sudah selayaknya bila kita membayarkan pajak secara tepat sesuai dengan ketentuan yang ada dalam perundangan - undangan Republik Indonesia.

Meski tak dipungkiri bahwa penyelewengan pajak masih saja ditemukan dilakukan oleh para aparatur negara, tapi hal ini bukan berarti bahwa kita harus mengabaikan soal pajak. Tetap saja, kita punya kewajiban dalam hal pajak ini. Untuk itu, kita pun perlu untuk mempelajari soal perpajakan ini.

Pengertian, Syarat, Ciri - Ciri dan Penggolongan Pajak

Pengertian Pajak

Pengertian pajak penting untuk dipahami. Menurut beberapa ahli, definisi pajak ada beberapa macam. Pengertian pajak, misalnya dapat dipahami menurut pendapat dari Prof. Dr. Rochmat Sumitro, SH., yang tertera di dalam bukunya berjudul “Dasar-dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan”.

Prof. Dr. Rochmat Sumitro, S.H., menyatakan bahwa pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara yang berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbul (kontra prestasi) yang langsung bisa ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Dari pengertian ini, pajak dapat didefinisikan sebagai iuran pada negara dari rakyat yang diwajibkan untuk membayarnya, karena undang-undang dapat dipaksakan sementara pemerintah tidak memberi balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan.

Ciri ciri pajak

Dari uraian tentang pengertian pajak tersebut, dapat pula diambil kesimpulan bahwa dalam pajak terdapat ciri-ciri tertentu. Ciri ciri pajak diantaranya sebagai berikut :

  1. Pajak merupakan iuran dari rakyat kepada Negara
  2. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang
  3. Pajak dipergunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah
  4. Tidak ada kontraprestasi secara langsung oleh pemerintah dalam pembayaran pajak.

Asas Pemungutan Pajak

Di dalam pemungutan paja, ada tiga asas pemungutan pajak yang dikenal. Asas pemungutan pajak tersebut, yaitu :

1. Asas domisili (asal tempat tinggal)

Menurut asas domisili, Negara tempat wajib pajak bertempat tinggal atau berkedudukan berhak untuk mengenakan pajak terhadap wajib pajak tersebut dari semua penghasilan yang didapatkan, misalnya PPh.

2. Asas sumber

Menurut asas sumber, pengenaan pajak ini tergantung dari adanya sumber di suatu negara. Jadi, Negara tempat sumber penghasilan berada berhak untuk mengenakan pajak dan tidak mengingat tempat wajib pajak bertempat tinggal atau berkedudukan, hal ini misalnya PPh.

3. Asas kebangsaan

Asas kebangsaan menghubungkan pengenaan pajak dengan kebangsaan suatu Negara. Misalnya, pajak bangsa asing yang ada di Indonesia.

Baca juga: Pengertian Audit Pemasaran, Tujuan dan Bentuknya

Penggolongan Pajak

Pajak dapat pula digolongkan ke dalam beberapa macam. Penggolongan pajak yang ada yaitu sebagai berikut :

A. Pajak pusat dan pajak daerah

Pajak pusat adalah pajak yang dikelola atau pemungutannya dilakukan oleh pemerintah pusat, dan dilakukan untuk mengisi kas Negara. Contoh pajak pusat: PPh, PPN, PPnBM, dan bea materai.

Pajak daerah adalah pajak yang dikelola atau pemungutannya dilakukan oleh pihak pemerintah daerah dan digunakan untuk mengisi kas daerah. Contoh pajak daerah : pajak pembangunan dan pajak kendaraan bermotor.

B. Pajak langsung dan pajak tidak langsung

Berdasarkan pada segi administrasi Negara, maka terdapat pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak langsung adalah pajak yang pengenaannya terlebih dahulu didaftar atau diregistrasikan dengan memberikan nomor kohir, ataupun nomor wajib pajak yang penggunaannya dilakukan secara berkala.

Sedangkan apabila didasarkan dari segi ekonomisnya, pajak langsung adalah pajak yang bebannya tidak dapat digeser atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh pajak langsung : pajak penghasilan dan pajak bumi dan bangunan.

Jika didasarkan dari segi administrasi Negara, maka pajak tidak langsung adalah pajak yang pemungutannya tidak didaftarkan terlebih dahulu berdasarkan nomor kohir dan penggunaannya tidak dilakukan secara berkala.

Sedangkan jika didasarkan pada segi ekonomisnya, maka pajak tidak langsung adalah pajak yang beban pajaknya bisa bergeser atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh pajak tidak langsung : pajak pertambahan mnilai (PPN), bea cukai, dan bea materai.

C. Pajak subyektif dan pajak obyektif

Pengertian pajak subyektif adalah pajak yang erat kaitannya dengan keadaan subyektifnya (sifat kepribadiaannya). Contoh pajak subyektid : PPh. Pajak subyektif ini besarannya sangat dipengaruhi oleh keadaan si wajib pajak sendiri. Keadaan yang dapat mempengaruhi tersebut, meliputi :

  • Pekerjaannya
  • Banyaknya tanggungan keluarga
  • Keadaan kawin atau tidak kawin
  • Hutang pribadinya
  • Pengeluaran rumah tangganya.

Sedangkan pajak obyektif adalah pajak yang erat kaitannya dengan obyek pajaknya, sehingga besarnya obyek pajak hanya tergantung dari keadaan obyek dan tanpa dipengaruhi oleh keadaan subyek. Contoh pajak obyektif : pajak kendaraan bermotor, pajak pembangunan, pajak bumi dan bangunan, dan bea cukai.

Sistem pemungutan pajak

Pada dasarnya sistem pemungutan pajak terdiri dari tiga hal. Sistem pemungutan pajak tersebut, yaitu :

  1. Self Assesment System, adalah sebuah sistem pemungutan pajak dengan meletakkan wewenang untuk menentukan besaran pajaknya harus dibayarkan oleh wajib pajak, terletak di pihak wajib pajak yang bersangkutan.
  2. Official Assesment System, adalah sistem pemungutan pajak yang wewenang untuk menentukan besaran pajaknya yang terutang oleh wajib pajak, ini terletak pada fiskus atau aparat pemungutan pajak.
  3. With Holding System, adalah sistem pemungutan pajak dengan wewenang untuk menentukan besarnya pajak yang terutang, tidak terletak pada fiskus maupun wajib pajak sendiri, melainkan terletak pada pihak ketiga yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

Syarat Pemungutan Pajak

Untuk bisa memungut pajak, maka diperlukan pula persyaratan yang harus dipenuhi. Syarat pemungutan pajak, meliputi :

  1. Pemungutan pajak harus adil
  2. Pemungutan pajak harus berdasarkan pada Undang-Undang
  3. Pemungutan pajak tidak menganggu perekonomian
  4. Pemungutan pajak harus efisien
  5. Sistem pemungutan pajak haruslah sederhana

Sumber :

Supramono dan Theresia Woro Damayanti. 2009. Perpajakan Indonesia Mekanisme dan Perhitungan. Yogyakarta : CV. Andi Offset.

*Penulis: Hasna Wijayati