AL-FARABI – FILOSOF MUSLIM BERPENGARUH DI DUNIA

AL-FARABI – FILOSOF MUSLIM BERPENGARUH DI DUNIA

Lahirnya sebuah teori-teori dalam setiap bidang disiplin ilmu tidak lepas dari peran ilmuwan-ilmuwan terdahulu. Berkat pemikirannya, kini teori-teori tesebut menjadi sumber rujukan ilmu pengetahuan. Namun, semakin berkembangnya zaman nama-nama mereka tidak cukup dikenal bagi generasi di era modern ini. Padalah banyak sekali ilmuwan baik Muslim maupun Yunani yang telah menorehkan banyak karyanya dalam perkembangan peradaban dunia khususnya ilmu pengetahuan.

Dalam sepanjang peradaban Islam misalnya, kita mengenal salah satu ilmuwan yang menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan. Ia adalah Muhammad ibn Muhammad ibn Tarkhan ibn Awzalagh al-Farabi atau Abu Nasr al-Farabi. Sapaan akrabnya adalah Al-Farabi.

Di negara-negara Barat ia terkenal dengan sapaan Alpharabius atau Avennasar. Lahir di Wasij pada tahun 257 H / 870 M sekitar menjelang akhir abad ke 9 di kota kecil Farab (Turkistan). Dan kemudian ia wafat di Damaskus pada tahun 950 M.

Al-Farabi berasal dari keluarga yang terhormat. Ayahnya adalah seorang jenderal dalam Angkatan Darat berkebangsaan Persia. Sedangkan ibunya berasal dari negara Turki. Sejak kecil ia dikenal sebagai anak yang tekun dan rajin. Keingintahuannya terhadap suatu ilmu sangat tinggi. Bahkan ia mampu menguasai 70 bahasa sekaligus.

Pengembara Ilmu

Bukara adalah kota pertama Farabi menimba ilmu. Yang menjadi dasar pendidikannya adalah pemahaman kuat pada ilmu agama dan bahasa. Dalam bidang keagamaan ia sangat tekun mempelajari Al-Qur’an, fiqh, tafsir, dan hadist. Selain pengusaan ilmu agama yang tinggi, ia juga mempunyai kemampuan bahasa yang luar biasa.

Selesai menimba ilmu di tanah kelahirannya, Farabi kemudian berhijrah ke Baghdad. Di kota ini ia bertemu dengan beberapa sarjana yang mengusai berbagai bidang ilmu seperti filsafat dan penerjemahan. Dengan kematangan intelektualnya, ia tertarik untuk mempelajari ilmu logika kepada Abu Bisyr Matta ibn Yunus .

Terhitung 10 tahun tinggal di Baghdad, Farabi melanjutkan perjalanan hijrahnya menuju Harran. Harran merupakan kota yang menjadi pusat kebudayaan Yunani yang terletak di utara Syria. Di kota ini ia mempelajari ilmu filsafat dengan seorang filsuf Kristen terkenal, Yuhana bin Jilad.

Selesai menimba ilmu di Harran, Farabi kembali ke Baghdad. Waktu, tenaga dan pikirannya ia persembahkan untuk belajar, mengajar, mengulas dan menulis filsafat. Dalam dunia Barat ia dikenal sebagai filsuf muslim yang bertumpu pada pemikiran-pemikiran Aristoteles. Salah satu ulasannya yang cukup terkenal adalah Risalah fi Jawab Masa’il Su’ila ‘Anha sebagai komentar karya Aristoteles di bidang logika.

Gelar Al-Mu’allim ats-Tsani

Gelar Al-Mu’allim ats-Tsani berarti sebagai Guru Kedua diberikan kepada Farabi setelah Aristoteles yang dikenal sebagai Al-Mu’allim al-Awwal (Guru Pertama) dalam ilmu filsafat. Pemikiran filsafat Islam yang ditulis Al-Farabi sebagian besar dipengaruhi oleh filsafat Yunani yang dicetuskan oleh Aristoteles dan Plato.

Gelar sebagai Guru Kedua diberikan dengan beberapa alasan yang logis. Pertama, Al-Farabi mempunyai kemampuan intelektual jauh lebih tinggi dari pada gurunya. Kedua, ia adalah penjelajah setiap pemikiran Aristoteles terutama pemikiran filsafatnya. Ia kerap membuat ulasan ringkas. Ketiga, dengan kecerdasannya ia mampu mencetuskan teori filsafat Islam yang jauh melampaui pendahulunya, Al-Kindi.

Harmonisasi antara pemikiran filsafat Aristoteles dengan Neo-Platoisme ia selaraskan dengan pikiran keislaman dengan tujuan memperoleh kebenaran yang hakiki. Dari Aristoteles ia mengadopsi ilmu mantik dan filsafat. Sedangkan dalam hal etika dan politik ia lebih condong mengikuti ajaran Plato.

Karya - karya Al-Farabi

Al-Farabi dikenal sebagai sosok yang mencintai dunia kepenulisan. Terbukti dari karya-kaya yang dihasilkan mencapai 600 buku dari berbagai cabang ilmu. Karya-karya Farabi berupa buku secara keseluruhan dikelompokkan dalam beberapa bagian seperti logika, fisika, metafisika, politik, astrologi, dan musik.

Selain buku, ia juga menulis beberapa esai pendek. Naskah asli dari karya-karya Farabi ditulis dalam bahasa Arab. Banyak pula tulisannya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Barat. Salah satu karya populernya adalah Agrad ma ba’da Thabiah Al-Jam’u baina Ra’yai al Jakimain. Dalam buku tersebut Farabi mencoba mempertemukan dua filosof terkenal, Aristoteles dan Plato (Hanafi : 1990).

Di bidang logika, ia mengulas karangan Aristoteles yang berjudul Organon. Ia menuliskan ulasannya dalam sebuah risalah ringkas yang berjudul Risalah fi Jawab Masa’il Su’ila ‘Anha. Dalam ulasannya yang berjudul al-Alfaz az-Mustamalah fi al-Mantiq, ia membahas istilah-istilah logika secara detail. Ulasannya jauh lebih menarik daripada tulisan Aristoteles.

Seperti buku yang berjudul Risalah fi Ara Ahl-Madinah al Fadilah merupakan sumbangan pemikiran Farabi dalam ilmu sosiologi yang kemudian diedit dan diterjemahkan oleh Dieterici sebagai Philosophia de Araber dan Der Mustarstaat von Alfarabi. Selain itu dalam bukunya yang berjudul Risalah Filsafat merupakan buah karya fenomenal Farabi yang berisi pemikiran filsafat Plato dan Aristoteles.

Pemikiran Filsafat Al-Farabi

Sebagai filosof muslim, pemikirannya dipengaruhi oleh aliran filsafat Yunani. Kepiawaiannya dalam meramu filsafat Yunani klasik dengan ajaran-ajaran Islam dapat dikatakan sukses. Pemikiran-pemikiran yang ia kembangkan selaras dengan lingkup kebudayaan sepanjang zaman.

1. Filsafat Logika

Dalam filsafat logika, pemikiran Al-Farabi banyak mengikuti pendapat-pendapat Aristoteles. Karya terpopuler Al-Farabi berjudul Syarh Kitab Al-Ibrah li Aristoteles yang menjabarkan tentang buku Al-Ibrah dari Aristoteles.

Diantara pemikiran-pemikiran Al-Farabi yang terkenal dalam filsafat logika adalah penjelasan tentang al-faidh. Al-faidh merupakan teori yang menjelaskan proses terbentuknya suatu wujud dari dzat yang wajib (Tuhan).

Menurut Al-Farabi, Tuhan adalah akal pikiran yang bukan benda. Tuhan mengetahui dzat Nya. Tuhan mengetahui bahwa Dialah yang menjadi dasar susunan wujud sebaik-baik ilmu Nya menjadi sebab wujud semua yang diketahui Nya (Juhaya & Rosihan: 2010)

2. Filsafat Metafisika

Dalam filsafat metafisika, ia menuliskan ilmu tentang maujud-maujud. Satu-satunya ilmu yang meletakkan akal sebagai sumber kebenaran. Dalam penjelasan mengenai kebenaran antara agama dan filsafat misalnya, ia memberikan pehaman yang imbang diantara keduanya.

Perbedaan antara agama dan filsafat tidak selalu ada. Baginya filsafat dan agama bertumpu pada kebenaran. Kebenaran antara keduanya berbeda, ada menawarkan kebenaran dan ada pula mencari kebenaran. Menurut Farabi kebenaran pada agama dan filsafat adalah serasi. Sama-sama berangkat dari sumber akal yang aktif. Kebenaran filsafat diperoleh dengan akal mustafad. Sementara agama kebenarannya diperoleh dari wahyu melalui perantara terbaik Nya yakni Nabi.

Menurut Farabi filsafat tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. Namun bukan berarti Farabi lebih mengagungkan filsafat daripada ajaran-ajaran Islam. Ia tetap berpegang teguh bahwa ajaran-ajaran Islam memiliki kebenaran yang mutlak diantara yang lainnya.

3. Filsafat Politik

Pemikiran Farabi dalam bidang ilmu politik terkesan sebagai suatu ilmu praktis. Tujuan daripada ilmu politik adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat melalui kerjasama antara warga negara, kota, ataupun desa.

Dalam kitab Ara Ahl al-Madinah al-Fadilah misalnya, ia membahas mengenai suatu pencapaian kebahagiaan melalui kehidupan politik yang baik. Menurut Al-Farabi, kriteria seorang pemimpin ideal adalah pemimpin yang mempunyai pengetahuan cukup mendalam. Baginya pemimpin juga harus memiliki keterampilan yang tidak dimiliki kebanyakan orang dan pemimpin harus memiliki sifat bijaksana.

Adapun karya Al-Farabi dalam bidang politik kenegaraan antara lain Kitab al-Siyasat al-Madaniyah (Kitab tentang Komunitas Utama), Fushul al-Madani (Semboyan Negarawan), Talkhis Mawamis Aflatun (Ringkasan Hukum-hukum Plato), Risalah fi al-Siyasah (Ringkasan tentang Politik), dan Kitab Tahsil al-Sa’adah (Kitab tentang Mencapai Kebahagiaan) (Osman:1997).

4. Filsafat Kenabian

Pada filsafat kenabian, Farabi meletakkan dasar teorinya sebagai pandangan tertinggi dari setiap cabang filsafat yang ia pelajari. Teori yang ia kembangkan dalam filsafat kenabian erat kaitannya dengan politik dan moral. Kenabian ditafsirkan sebagai suatu sarana untuk menghubungkan bumi dengan langit. Kedudukan Nabi tidak hanya dipandang sebagai individu tertinggi saja, melainkan lebih pada pengaruh yang diberikan kepada masyarakat.

Istilah akal sepuluh yang menjadi dasar penjelasannya dalam filsafat kenabian. Akal sepuluh disamakan sebagai para malaikat dalam ajaran Islam. Filosof dan Nabi mempunyai kapasitas masing-masing dalam berkomunikasi dengan akal sepuluh. Hal ini pulalah yang menjelaskan bahwa kedudukan nabi lebih tinggi dari para filosof.

Untuk berkomunikasi dengan akal sepuluh, kemampuan filosof terbatas pada usahanya sendiri yakni melalui latihan dan kontemplasi. Sementara Nabi adalah orang pilihan yang mempunyai imajinasi lebih dari kemampuan akal yang diberikan oleh Tuhan. Pemikiran ini kembangkan sebagai jawaban yang logis atas pertentangan dari suatu aliran yang tidak percaya kepada Nabi.

Pemikiran Al-Farabi di Dunia Musik

Dikenal sebagai seorang ilmuwan, Farabi juga mempunyai ketertarikan untuk mempelajari musik. Hal itu ia pelajari sejak masih kecil. Buah dari ketekunannya ia mampu memainkan sejumlah alat musik. Bahkan ia mampu menciptakan beragam instrumen musik.

Dalam bidang musik, ia juga menulis teori-teori musik. Teori-teori ini diciptakan atas dasar lahirnya anggapan bahwa teori musik Barat pada saat itu tidak jelas dan penuh kekeliruan (Jamil: 2003). Ketidakpuasan Farabi melahirkan pemikiran baru yang kemudian menjadi rujukan penulis musik Barat. Penulis musik Barat seperti Robert Kilwardley, Raimundo Lull, dan Adam de Fulo terpengaruh dengan pemikirannya.

Salah satu karya fenomenalnya, dalam bidang musik adalah Kitab Mausiqi al-Kabir (Buku Agung tentang Musik). Buku ini secara lengkap dan detail mengupas tuntas teori-teorik musik. Selain pencipta teori musik, ia juga merupakan seorang penemu dua alat musik yaitu qanun dan rabab.

Baginya musik adalah alat terapi. Musik mampu mengendalikan emosi. Musik mampu menciptak perasan tenang dan nyaman. Terkadang musik mampu membuat beberapa orang tertawa lepas, dan juga menangis tersedu-sedu. Lagu-lagu yang ia mainkan mampu membawa membuat pendengarnya tertidur pulas mengikuti irama yang ia mainkan.

Dibalik pencapaian tertinggi dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan ada hal menarik yang terpancar darinya. Embel-embel berasal dari keluarga terhormat tidak membawanya larut dalam kemewahan dan kemegahan. Malahan ia memilih untuk hidup sederhana.

Sumber :

1. Ahmad, Jamil. 2003. Seratus Muslim Terkemuka. Jakarta : Pustaka Firdaus.
2. Akbar, Jay. 2017. Alfarabi Sang Guru Kedua, diakses dari https://tirto.id/alfarabi-sang-guru-kedua-crvH
3. Bakar, Osman. 1997. Hierarki Ilmu: Membangun Rangka Pikir Islamisasi Ilmu Menurut Al-Farabi, Al-Ghazali dan Quthb Al-Din Al-Syirazi, diterjemahkan oleh Purwanto. Bandung Mizan.
4. Hanafi, Ahmad. 1997. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang
5. Putri, Shafira Arifah. 2020. 6 Fakta Al-Farabi Filsuf Muslim Guru Kedua Setelah Aristoteles, diakses dari https://www.idntimes.com/science/discovery/amp/shafira-arifah-putri/fakta-alfarabi -c1c2-1
6. S. Praja, Juhaya dan Anwar, Rasihon. 2010. Ensiklopedia Dunia Islam. Bandung: Pustaka Setia.

*Penulis: Tiara Sari