Syair Cinta Saadi Shirazi – Tokoh Sufi dari Persia

Syair Cinta Saadi Shirazi – Tokoh Sufi dari Persia

“ Anak-anak Adam adalah bagian tubuh satu sama lain, yang telah diciptakan dari satu esensi. Ketika malapetaka menimpa satu bagian tubuh, bagian tubuh yang lain turut merasakannya. Jika engkau tidak bersimpati dengan penderitaan orang lain, engkau tidak layak disebut manusia. ”

Pernahkah sahabat portal-ilmu mendengar puisi diatas ? Puisi ini sempat dikutip oleh Presiden ke-44 Amerika Serikat, Barack Obama ketika memberi ucapan selamat tahun baru Persia kepada pemimpin dan masyarakat Iran pada 20 Maret 2009 silam. Rupanya puisi ini ia kutip dari penyair klasik Persia, Saadi Shirazi.

Saadi Shirazi dikenal sebagai “ Master of Speech ” diantara para sarjana Persia. Saadi juga mendapat gelar kehormatan sebagai salah satu penyair terbaik dari sastra Persia klasik. Pada setiap tulisannya selalu menyisipkan nilai-nilai moral dan etika. Tulisannya selalu memuat persoalan akhlak seperti keadilan, kebaikan, cinta, keramahan, dan tawakal.

Saadi adalah sosok yang tegas, bijaksana, dan memiliki kepedulian yang tinggi. Ia selalu melindungi mereka yang tertindas, melarat, dan anak-anak yatim termasuk janda yang ditinggal mati suaminya. Baginya semua orang berhak dibela atas dasar kemanusiaan yang tinggi dan kebebasan berpikir berhak diakui demi tercapainya pemikir yang berbudi.

Saadi hadir membawa karya besarnya dibidang sastra ditengah kekacauan, bencana, dan kehancuran yang melanda negerinya. Saadi begitu optimis membangkitkan semangat baru dalam jiwa-jawa muslim yang sempat terganggu. Dalam sastranya ia menekankan dengan bahasa halusnya,

“Rahasia cinta yang harus dicapai melalui penderitaan, dan mengajarkan bahwa kehendak Tuhan dan cinta-Nya dapat tersingkap melalui bencana dan kemalangan. ”

Tiga Periode Perjalanan Hidup Saadi

Sepanjang hidupnya usia Saadi mencapai 120 tahun hingga menemui ajalnya. Tiga periode ia lalui dalam pengembaraan mencari ilmu dan melahirkan syair-syair menakjubkan bernuansa cinta, disampaikan dengan kebebasan prerogatif miliknya lepas dari semua prasangka dan mengindahkan sikap berat sebelah.

Periode I (1210 M – 1226 M)

Periode I dalam perjalanan hidup Saadi dimulia terhitung sejak kelahirannya sampai pada tahun 1226 M. Hari kelahiran Saadi sampai saat ini masih menjadi perdebatan dikalangan para sejarawan. Sebagian besar dari mereka berdalih bahwa Saadi lahir di Shiraz sekitar 1210 M.

Saadi Shirazi  memiliki nama lengkap Abu-Muhammad Muslih al-Din bin Abdillah Shirazi. Ayahnya adalah seorang pendidik dan pengabdi setia penguasa Shiraz, Atabek Saad bin Zangi. Ketika Saadi berusia enam tahun ayahnya meninggal.

Kemudian Saadi diserahkan dibawah perlindungan Atabek Saad bin Zangi. Bersama penguasa Shiraz, rupanya kebutuhannya akan ilmu terpenuhi sempurna. Saadi dikirim oleh Atabek Saad bin Zangi ke Baghdad untuk masuk dalam Universitas terkenal, Universitas Nizamiyah.

Selama masa studi, Saadi mempelajari banyak ilmu seperti ilmu-ilmu Islam, sejarah, hukum, dan sastra Arab. Saadi juga melakukan perjalanan ke berbagai negara seperti Anatolia, Suriah, Mesir, dan Iran. Selama masa periode ini ia juga mengunjungi Yerussalem, Madinah, dan Mekah.

Periode II (1226 M – 1256 M)

Periode kedua setelah menyelesaikan masa studinya, Saadi melanjutkan pengembaraan ke negara-negara Islam yang lebih luas. Perjalanan Saadi dimulai dari bagian timur India ke Syria dan kemudian menuju Hejaz. Tekad melakukan perjalanan ia jalani demi memperkaya pengalaman. Perjalanan bermil-mil di gurun pasir ia lakoni, bahkan Saadi sempat tidur di tepi jalan.

Perjalanan yang panjang ia manfaatkan secara langsung untuk mengamati keberagaman kehidupan secara langsung. Pengamatan yang ia lakukan cukup detail. Indikator yang ia gunakan dengan mengamati watak-watak khusus dari bangsa-bangsa yang berbeda, masyarakat, dan daerah dengan berbagai macam sudut pandang.

Metode bergaul dengan sekelompok orang yang beragam seperti kaum intelektual, pedagang, pengkhotbah, petani, orang biasa, dan orang-orang yang selamat dari invansi Mongol ia jalankan. Bahkan Saadi juga mampu berbaur dengan para pencuri yang ditemui di daerah-daerah terpencil.

Hal ini dilakukan untuk mempelajari masyarakat sembari menyelipkan nasehat-nasehat agar condong kepada pentingnya pemahaman kebijaksanaan dan moralitas.

Kegiatan menarik lainnya dalam misi perjalanannya yaitu ziarah. Saadi juga melakukan pengembaraan melalui pusat-pusat pendidikan dan kebudayaan besar di dunia Islam, termasuk Baghdad, Damaskus, Balkh, Ghazna, dan Kairo.

Dalam perjalanan tidak jarang Saadi mengalami hambatan-hambatan tak terduga. Pada saat mengembara melewati hutan-hutan Syria, Saadi ditangkap oleh orang-orang Yahudi dan dipaksa menggali parit-arit di Tripoli. Beruntung ada orang baik hati yang bersedia membebaskannya dengan tebusan 10 dinar.

Periode III (1256 M – 1291 M)

Periode ketiga merupakan masa-masa dimana Saadi mulai menekui bidang sastra dengan kembali dtanah kelahiranya, Shiraz. Terbukti pada tahun 1257 M karya pertamanya lahir yang berjudul Bustan (The Orchard). Diikuti tahun berikutnya lahirlah karya keduanya yakni Gulistan. Kedua karya ini populer dengan suguhan khas menarik dari masing-masing buku.

Jika Bustan berisi tentang sajak-sajak, maka Gulistan memuat prosa yang berisi cerita dan anekdot pribadi. Karya fenomenal Bustan dan Gulistan lahir dari pengalaman pengembaraan Saadi. Buku ini secara tidak langsung telah mengekspresikan wajah berbagai keberagaman yang ia temui pada waktu mengembara.

Pada periode terakhir ini Saadi menjumpai ajalnya pada usia 120 tahun. Ia dimakamkan di pinggiran Dilkusha (sekarang Saadiya). Pemakaman ini dalam perkembangannya menjadi prioritas kunjungan ziarah dari berbagai umat muslim diseluruh dunia.

Karya - karya Etik Saadi Terpopuler

Bustan (The Orchard)

Bustan yang berarti Taman Belakang merupakan karya pertama Saadi yang begitu populer. Ia baru menyelesaikan naskah Bustan pada tahun 1257 M, setelah kembalinya dari mengembara. Dalam buku ini terdapat 183 kisah cerita yang terbagi dalam 10 Bab.

Setiap Bab memuat beberapa subtansi pembahasan yang meliputi keadilan, kebaikan, cinta, kesederhanaan, kemurahan hati, kedermawanan, kepuasan, kebahagiaan, dan praktik ekstasik para darwis yang menyapa semua orang untuk memiliki kehidupan yang lebih baik dan bahagia.

Bustan telah terbit di beberapa negara seperti Wina (1850), London (1890). Terjemahan dalam bahasa Jerman telah terbit di Jena (1850) dan di Leipzig (1882). Terjemahan dalam bahasa Perancis diterbitkan pada tahun 1880. Dan terjemahan dalam bahasa Inggris terbit di London (1879).

Gulistan

Prosa Gulistan selesai selang satu tahun Bustan selesai disusun. Gulistan memuat 8 Bab terutama nenyangkut soal moralitas Raja, perilaku para Darwis, manfaat kepuasan, keheningan, dan berbicara diwaktu yang tepat, cinta dan masa muda, kelemahan diusia tua, dan pendidikan. Disetiap cerita-cerita tersebut diselipkan sajak puisi-pusi pendek. Gaya penyampainnya sederhana, namun elegan. Ada pula kesan humor yang ia selipkan disetiap lembarnya.

Dalam Mukadimah Gulistan, Saadi menyampaikan alasan yang melatarbelakangi hadirnya buku ini adalah sebagai obat bagi para jiwa yang menderita. Ia menuturkan, “ Aku berniat menulis kitab untuk menghibur mereka yang membacanya, dan sebagai pedoman bagi siapa saja yang menginginkan Tamang Bunga-Gulistan, yang daun-daunnya tak tersentuh kesewenang-wenangan pergantian musim, dan kecemerlangan sinarnya abadi, tak dapat dirubah oleh musim gugur.

Nuansa romantis semakain menjadi-jadi kala Saadi menyampaikan kalimat, “ Apa artinya seikat bunga untukmu? Ambillah sehelai daun dari Gulistan, Taman Bungaku. Sekuntum kembang biasanya hanya bertahan lima enam hari. Tetapi bunga-bunga dalam Gulistan akan senantiasa berkilauan cahayanya. ”

Untaian kisah-kisah di dalam Gulistan membawa pembaca memasuki pintu-pintu yang membuat iman dan cinta kita kembali hidup. Menurut Saadi hanya melalui jalan cinta dan iman, seseorang dapat memetik hikmah dan pengetahuan tertinggi.

Dengan begitu seseorang memperoleh pencerahan dan menyaksikan luasnya kasih sayang Tuhan. Saadi menambahkan bahwa hanya melalui perbaikan pikiran dan moral, keadaanmasyarakat dapat pulih kembali menjadi masyarakat yang  lebih beradab dari berbagai krisis yang melanda.

Gulistan telah terbit dalam bahasa Inggris di Calcutta (1806), di Hertord (1850), di London (1823, 1852, 1880, dan 1890). Kemudian Gulistan telah terbit dalam bahasa Latin (1651); bahasa Polandia  di Warsawa (1879); bahasa Turki di Konstantinopel (1874, 1876); bahasa Arab (1236 H); dan bahasa Urdu diterbitkan di Calcutta (1852).

Karya - karya Lainnya

Sebagai seorang penyair terkemuka, Saadi telah berhasil berkontribusi dalam peradaban dan perkembangan sastra dunia. Bakat menulis memang sudah ia miliki semenjak ia menimba ilmu di Universitas Nizamiyah. Pilihan belajar sastra, mengantarkan Saadi pada penguasaan hebat menulis cerita, puisi-puisi bahkan lirik.

Karya-karya Saadi lainnya seperti Ghazal (puisi cinta atau lirik, soneta), Qasidas (puisi mono-rima), kuatrain dan potongan pendek dalam bentuk prosa berbahasa Persia dan Arab. Ada juga karyanya bertajuk Ghazal Saadi yang terbagi dalam empat kelompok : Soneta Tua (ditulis pada masa tuanya); Tayebat dan Bedaye (ditulis di usia pertengahan); dan Khavateem (ditulis di masa lalunya). Para ahli telah meyakini bahwa Soneta Tua adalah penjabaran mengenai hakekat cinta pada duniawi. Sedangkan Khavateem sebagian besar berisi tentang cinta, etika, dan keshalehan.

Saadi juga menulis beberapa syair pujian yang halus dan syair-syair elegi. Syair tersebut memiliki makna keharusan membatasi diri pada fakta-fakta dan menghindari memberi nasehat berharga kepada pribadi yang dipujinya. Kedua karya Saadi Bustan dan Gulistan yang begitu populer di dunia kini diterjemahkan dalam bahas-bahasa Barat maupun Timur. Bahkan salinan tertua dari Kulliyat-i-Syeikh (karya-karya Saadi) kini tersimpan rapi di Perpustakaan Museum London.

Sumber :

1. Ahmad, Jamil. 2003. Seratus Muslim Terkemuka. Jakarta: Pustaka Firdaus.
2. Gulistan Saadi; Sumber Kearifan Dari Timur, diakses dari http://www.hajij.com/id/islamic-countries-and-sects/holy-places/item/121-gulistan-saadi-sumber-kearifan-dari-timur-
3. Kurniawan, Anton. 2018. Ensiklopedia Sastra Indonesia. Jogjakarta: DIVA Press.
4. Saadi, The Great Persian Poet Of All Time, diakses dari https://irandoostan.com/saadi-the-great-persian-poet-of-all-time/
5. Syair Sa’di Shirazi di Gedung PBB, diakses dari https://islamindonesia.id/tasawuf/syair-sadi-shirazi-di-gedung-pbb.htm
*Penulis: Tiara Sari