KH. ABDURRAHMAN WAHID (GUS DUR) : BAPAK PLURALISME INDONESIA

KH. Abdurrahman Wahid atau yang lebih dikenal dengan sapaan Gus Dur merupakan Presiden ke-4 Negara Republik Indonesia. Beliau merupakan putra dari KH Wahid Hasyim dan cucu Ulama’ besar pendiri Nahdatul Ulama’, yaitu KH Hasyim Asyari. Sehingga, tidak heran jika julukan Gus yang artinya sebutan atau gelar yang ditujukan kepada anak muda keturunan Kyai di Jawa ini melekat kepada beliau. 

Gus Dur menjabat sebagai presiden pada tahun 1999 sampai dengan tahun 2001. Tepatnya, Gus Dur hanya menjabat presiden selama kurang lebih 1,5 tahun atau sekitar 23 bulan. Masa jabatan yang cukup singkat bukan? Selama menjabat sebagai presiden dalam kurun waktu yang juga singkat tersebut, Gus Dur telah melakukan banyak kunjungan ke luar negeri. Terhitung ada 13 negara yang beliau kunjungi selama sepekan. Kunjungan Gus Dur ke banyak negara dalam waktu yang singkat ini bukan tanpa tujuan. Kunjungan ini dilakukan sebagai upaya politik luar negeri Indonesia ketika itu. 

Abdurrahman Wahid

Nah, Sahabat Portal-Ilmu untuk lebih jelasnya mengenai biografi Presdien ke 4 Negara Indonesia ini, mari kita simak dalam artikel berikut ini!

PROFIL DAN MASA KECIL GUS DUR

Gus Dur lahir di Jombang pada 4 agustus 1940 dan wafat pada 30 desember 2009. Gus Dur meninggal pada usia yang ke 69 tahun. Beliau meninggal setelah menjalani cuci darah dan perawatan beberapa hari. Perjalanan hidupnya diawali dari sebuah Kabupaten di Jawa Timur, yaitu Kabupaten Jombang. Gus Dur merupakan cucu dari pendiri Organisasi Islam Nahdatul ‘Ulama (NU) yaitu KH. Hasyim ‘Asyhari. Ketika kecil Gus Dur sering diajari mengaji langsung oleh kakeknya ini. Di usia Gus Dur yang ketika itu baru beranjak lima tahun beliau sudah fasih membaca Al-Qur’an. 

Pada tahun 1944 Gus Dur pindah ke Jakarta mengikuti ayahnya KH Wahid Hasyim yang ditunjuk sebagai ketua pertama Majlis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Tahun 1945 setelah kemerdekaan Negara Indonesia, keluarga Gus Dur kembali ke Jombang. Pada tahun 1949 keluarga Gus Dur kembali lagi ke Jakarta, karena ayahnya diangkat menjadi Menteri Agama RI. 

Sosok Gus Dur ketika kecil dikenal sebagai pribadi yang aktif dan bandel. Bandel di sini lebih mengarah pada aktivitasnya yang banyak sebagai sesosok anak yang sangat aktif. Bahkan, pada tahun 1952, ketika berumur 12 tahun, Gus Dur pernah megalami dua kali patah tulang lengan. Pertama lengannya patah karena terjatuh dari pohon dan yang kedua akibat jatuh ketika beliau berada di atas pohon sambil makan kemudian ketiduran. 

Dalam buku biografi yang ditulis oleh Greg Barton disebutkan bahwa waktu itu Gus Dur mengalami patah tulang serius sehingga tulang lengannya menonjol keluar. Dokter yang menanganinya pun cukup khawatir terhadap kondisi tersebut dan mengatakan bahwa ada kemungkinan Gus Dur akan kehilangan tangannya. Namun, pada akhirnya tangan gus dur dapat disambung kembali. 

Kejadian patah tulang lengan ini tidak lantas menjadikan Gus Dur kapok, beliau masih saja usil dan jail. Bahkan, karena kelakuan Gus Dur ini, ayahnya sempat mengikat dan menghukum Gus Dur di bawah tiang bendera. Dibalik kenakalan dan kabandelan sosok Gus Dur merupakan pribadi yang sangat cerdas, Gus Dur kecil juga dikenal sebagai pecandu buku bacaan. 

RIWAYAT PENDIDIKAN 

Pendidikan Gus Dur dimulai sejak beliau berada di Jombang, beliau dididik secara langsung oleh kakeknya. Ketika ayahnya pindah ke Jakarta Gus Dur juga melanjutkan sekolahnya di sana. Selain mengikuti sekolah formal, beliau juga belajar Bahasa Belanda. Guru les Bahasa Belanda Gus Dur sangat kreatif, ia menyajikan musik klasik ketika Gus Dur sedang les. Karena hal inilah, Gus Dur mulai tertarik dengan musik klasik. Meski bandel, Gus Dur adalah anak cerdas. Selain cerdas, Gus Dur merupakan sosok yang berbakat. 

Sebelum lulus dari sekolah dasar, ia memenangkan lomba karya tulis (mengarang) se-wilayah kota Jakarta. Pada tahun 1953 Gus Dur melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) sekaligus menetap di pesantren Krapyak. Ia pernah tidak naik kelas ketika bersekolah di SMEP. Alasannya karena tidak punya teman yang sepemikiran dengannya, sehingga Gus Dus kecil pun malas sekolah dan akhirnya membolos. 

Ketika menjadi siswa sekolah lanjutan pertama, hobi membacanya semakin menjadi-jadi. Gus Dur didukung oleh gurunya untuk menguasai Bahasa Inggris, sehingga dalam waktu satu-dua tahun Gus Dur menghabiskan beberapa buku dalam Bahasa Inggris. Di antara buku-buku yang pernah beliau baca adalah karya Ernest Hemingway, John Steinbach, dan William Faulkner. 

Selain belajar dengan membaca buku-buku berbahasa Inggris, untuk meningkatan kemampuan Bahasa Inggrisnya, Gus Dur mulai aktif mendengarkan siaran lewat radio Voice of America dan BBC London. Ketika mengetahui bahwa Gus Dur pandai dalam Bahasa Inggris, salah satu gurunya di SMEP yang juga anggota Partai Komunis memberikan buku karya Lenin ‘What is To Be Done’. 

Pada saat yang sama, Gus Dur remaja juga telah mengenal “Das Kapital”-nya Karl Marx, filsafat Plato, Thales, dan sebagainya. Hal ini membuat Gus Dur menjadi pribadi dengan kekayaan informasi dan keluasan wawasan. Setelah lulus dari SMEP Gus Dur melanjutkan pendidikannya di Pesantren Tegarejo Magelang Jawa Tengah yang diasuh oleh K.H. Chudhari. Kyai Chudhari merupakan orang yang memperkenalkan ritus-ritus sufi dan menanamkan praktek-praktek ritual mistik kepada Gus Dur. Di bawah bimbingan Kyai Chudari pula, Gus Dur mulai melakukan ziarah ke kuburan-kuburan para wali di Jawa.

Setelah belajar dua tahun di pesantren Tegalrejo, Gus Dur pindah kembali ke Jombang, dan tinggal di Pesantren Tambak Beras. Ketika itu usianya sudah memasukki 20 tahun. Ia pun dipercaya menjadi seorang Ustadz dan ketua keamanan di pesantren milik pamannya ini. Pada usia 22 tahun, Gus Dur berangkat ke tanah suci, untuk menunaikan ibadah haji, yang kemudian diteruskan ke Mesir untuk melanjutkan pendidikan di Universitas al-Azhar. 

Pertama kali sampai di Mesir, beliau tidak dapat langsung masuk dalam Universitas al-Azhar, tapi harus masuk Aliyah (semacam sekolah persiapan). Di sekolah beliau merasa bosan, karena harus mengulang mata pelajaran yang telah ditempuhnya di Indonesia. Untuk menghilangkan kebosanan, Gus Dur sering mengunjungi perpustakaan dan pusat layanan informasi Amerika (USIS). 

Pada tahun 1966 Gus Dur kemudian pindah ke Irak. Di Irak beliau mengambil pendidikan di Departement of Religion di Universitas Bagdad sampai tahun 1970. Di luar dunia kampus, Gus Dur rajin mengunjungi makam-makam para wali, termasuk makam Syekh Abdul Qadir al-Jailani, pendiri jamaah tarekat Qadiriyah. Beliau juga menekuni ajaran Imam Junaid al-Baghdadi, seorang pendiri aliran tasawuf yang diikuti oleh jamaah NU. Setelah belajar di Baghdad Gus Dur berniat melanjutkan pendidikannya ke Eropa. Namun, persyaratan yang ketat terutama dalam penguasaan bahasa Hebraw, Yunani atau Latin, bahasa Jerman tidak dapat dipenuhinya.

PERJALANAN KARIR DAN KIPRAH DI NAHDATUL ULAMA’

Perjalanan karir Gus Dur dimulai ketka beliau pulang dari luar negeri, tepatnya pada tahun 1971. Gus dur ketika itu bekerja di kantor LP3ES (Lembaga Pengkajian Pengetahuan, Pendidikan, dan Ekonomi), di Jakarta. Selama di LP3ES Gus Dur sering memberikan informasi kepada lembaga ini tentang dunia pesantren dan Islam tradisional. Bagi Gus Dur lembaga ini sangat penting, karena beliau bisa mendapatkan dan belajar mengenai aspek-aspek praktis dan kritis dalam kajian pengembangan masyarakat.

Di tahun-tahun selanjutnya, pemikiran dan karakter Gus Dur semakin kuat terbentuk. Sekitar tahun 1970 sampai 1980-an Gus Dur aktif menjadi penulis kolom dan jurnal di berbagai surat kabar dalam negeri. Selain itu, di tahun yang sama pula beliau juga mengajar di beberapa pondok pesantren. Gus dur juga pernah menjadi dosen dan Dekan Fakultas Ushuludin pada Universitas Hasyim Asy’ari di Jombang pada tahun 1977. Selama menjadi dosen dan dekan di Universitas Hasyim Asy’ari Gus Dur sangat populer dan terkenal. Beliau juga sering diundang sebagai narasumber di berbagai acara seminar. Di sisi lain, Gus Dur juga memiliki jadwal rutin untuk memberikan ceramah keagamaan kepada kelompok-kelompok mahasiswa yang ada di Jombang.

Dan di bawah ini merupakan deretan karir Gus Dur dan kiprahnya di Nahdatul Ulama’.

Ketua PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama)

Nahdlatul Ulama (NU) didirikan pada tahun 1926 oleh K.H. Hasyim Asy’ari. Beliau merupakan  kakek Gus Dur dari pihak ayah. Organisasi ini berpusat di daerah Surabaya, Jawa Timur. NU merupakan sebuah organisasi keagamaan dan sosial yang berbentuk tradisional. Keberadaan organisasi ini cukup berpengaruh di kehidupan masyarakat Indonesia. Gus Dur mulai menjabat sebagai ketua PBNU pada tahun 1984 menggantikan ketua umum sebelumnya, Idham Khalid. Ketika itu Gus Dur terpilih tanpa pemungutan suara (aklamasi) dalam Muktamar NU yang ke-27 di Situbondo.

Ketika Gus Dur menjabat sebagai PBNU, beliau telah membuat perubahan besar terutama pada pemikiran sebagaian besar anggota yang masih tradisional dan konservatif menjadi lebih liberal. Gus Dur bahkan dianggap terlalu berani dan berpikiran nyeleneh. Hal itu dikhawatirkan akan memunculkan citra buruk masyarakat terhadap NU. Karena karakter pemikirannya yang liberal tersebut, Gus Dur dikenal menjadi sosok yang kontroversial. Kiprah Gus Dur selama menjabat di PBNU ini telah menjadikan beliau sebagai sosok yang sangat terkenal. Gus Dur juga mampu membawa hubungan ke arah yang lebih baik antara Pemerintah Orde Baru dan NU. 

Sebelum kepemimpinan Gus Dur di PBNU, hubungan antara organisasi ini dengan pemerintah berlangsung kurang baik. Namun, meski demikian bukan berarti hubungan NU dengan Pemerintah Orde Baru selalu berjalan dengan baik. Ada saat keduanya terlihat tidak harmonis. Tidak jarang Gus Dur mengkritik kebijakan penguasa Orde Baru. Kritikannya ini bahkan menimbulkan reaksi politik dari Presiden Soeharto. Reaksi Soeharto bisa dilihat pada upaya penjegalan yang dilakukan, agar Gus Dur tidak terpilih lagi menjadi ketua PBNU di tahun 1994. Di sisi lain, Gus Dur kadang juga mendukung kebijakan pemerintah. Sikap ini menjadikan Gus Dur dianggap sebagai orang yang tidak konsisten dan terkesan plin plan. 

Selama kurang lebih 15 tahun Gus Dur menjabat sebagai ketua umum NU, sosoknya semakin dikenal oleh masyarakat luas. Ketenaran Gus Dur ini salah satunya adalah hasil dari sikapnya yang sering menuai kontroversi di tengah umat Islam Indonesia. Walaupun Gus Dur dinilai sebagai sosok yang penuh pro dan kontra, pengaruhnya mampu menarik perhatian dari penguasa ketika itu. Hal ini dapat dilihat pada dinamika antara hubungan Gus Dur dan Soeharto. Pada kesempatan lain, Gus Dur pernah dianggap sebagai ancaman bagi politik Orde Baru. Namun, pada waktu yang lain Gus Dur juga dirangkul oleh Soeharto.

Kedekatan Gus Dur dan Soeharto dapat dilihat ketika Soeharto menjadikan Gus Dur sebagai indoktrinitator resmi Pancasila yang dikenal dengan nama Manggala Nasional. Ketika itu Gus Dur dianggap sebagai tokoh yang tepat oleh pemerintah untuk memperkuat kedudukan ideologi Pancasila sebagai azas tunggal di hadapan komunitas Islam Indonesia.

Anggota MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) dari Golkar

Kiprah dan peran Gus Dur juga dapat dilihat pada saat beliau diangkat menjadi anggota MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) perwakilan dari Golkar (Golongan Karya) pada tahun 1987. Terpilihnya Gus Dur mewakili partai Golkar di parlemen pada ketika itu merupakan sebuah bukti kedekatan hubungannya dengan pemerintah. Walaupun ketika itu beliau dipercaya oleh Soeharto sebagai wakil partai Golkar, namun tidak jarang pula Gus Dur mengkritik kebijakan pemerintah. Meskipun demikian, Gus Dur tetap berupaya menjaga hubungan baik dengan rezim Orde Baru.

Selama menjadi anggota MPR, peran Gus Dur sempat memunculkan kontroversi, utamanya di tengah kalangan umat Islam yang ketika itu memang kurang simpati terhadap pemerintah. Gus Dur ketika itu dinilai terlalu kritis terhadap PPP (Partai Pesatuan Pembangunan) yang notabennya merupakan basis politik dari beberapa kelompok Islam. Gus Dur dianggap terlalu dekat dengan Soeharto yang dinilai bisa merugikan kepentingan politik partai Islam. Bahkan, yang paling dikhawatirkan oleh tokoh-tokoh Islam ketika itu, Gus Dur akan semakin memperkuat posisi partai Golkar di masa mendatang. 

Pendiri PKB (Partai Kebangkitan Bangsa)

Pada tanggal 23 Juli tahun 1998, Gus Dur dan beberapa tokoh NU lainnya mendirikan sebuah partai bernama PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) di Ciganjur, Jakarta Selatan. Pengaruh Gus Dur terhadap lahirnya partai ini sangat besar. Gus Dur tidak hanya dikenal sebagai salah satu tokoh pendiri PKB, tapi hingga akhir hayatnya ia masih menjabat Ketua Umum Dewan Syuro atau Dewan Penasehat Partai. 

Latar belakang berdirinya PKB adalah karena banyaknya aspirasi yang datang dari kalangan NU. Gus Dur dianggap orang yang tepat untuk mewakili aspirasi tersebut dengan membentuk sebuah partai politik. Keinginan tersebut juga didorong oleh adanya anggapan bahwa NU tidak boleh terus menerus dimarginalkan dalam panggung politik Indonesia. 

Gus Dur merupakan salah satu tokoh penting dalam mengantarkan PKB untuk bersaing secara demokratis pada Pemilu 1999. Kehadiran Gus Dur dalam PKB telah membuka jalan bagi kalangan santri pedesaan untuk turut serta berkecimpung dalam dunia politik. Karisma Gus Dur ketika itu berhasil mengantarkan Partai ini menempati urutan ketiga pada hasil Pemilu 1999. Sehingga, PKB berhak mendapatkan 51 kursi di DPR. Selanjutnya dalam Pemilu tahun 2004, PKB sukses memperoleh 52 kursi di parlemen. Hal ini membuktikan bahwa walaupun PKB tergolong partai yang baru berdiri, namun patut dipertimbangkan.

GUS DUR MENJADI PRESIDEN

Pada tahun 1999, Gus Dur terpilih secara demokratis menjadi Presiden Republik Indonesia ke empat menggantikan B.J. Habibie. Gus Dur menjadi Presiden Indonesia ketika bangsa Indonesia tengah berada pada kondisi krisis yang hebat. Sebagian besar masyarakat sangat berharap kepada pemerintahan yang baru terbentuk ini. Gus Dur menjadi pusat harapan dari sebagian besar masyarakat Indonesia untuk perubahan indonesia ke arah yang jauh lebih baik.

Periode Gus Dur menjadi Presiden Indonesia telah menunjukkan intelektual politiknya. Tidak hanya dianggap sebagai sosok yang paham agama, Gus Dur juga dinilai memiliki kapasitas untuk mengurus persoalan politik bangsa. Gus Dur merupakan Presiden Indonesia pertama yang memiliki latar belakang seorang Kyai. 

Gus Dur menjabat sebagai Presiden untuk periode 1999-2004 dengan Megawati Soekarno Putri sebagai wakilnya. Kesuksesan Gus Dur menuju kursi Presiden tidak lepas dari dukungan beberapa partai yang bercorak Islam, salah satunya yaitu PAN (Partai Amanat Nasional). Ketika itu, Amin Rais sebagai ketua umum PAN merupakan orang yang paling mendukung pencalonan Gus Dur untuk menjadi Presiden. 

Pada saat menjadi Presiden, Gus Dur membentuk “Kabinet Persatuan”, sebagai nama kabinet baru. Ketika Gus Dur berada di puncak kekuasaan, bangsa Indonesia tengah menghadapi krisis yang cukup hebat, khususnya dalam bidang ekonomi. Masa ini juga disebut sebagai masa transisi demokrasi, karena selama kurang lebih 32 tahun Orde Baru berkuasa telah terjadi berbagai penyimpangan terhadap makna demokrasi. 

Karenanya, era Gus Dur merupakan era pengharapan baru bagi rakyat Indonesia untuk menuju demokrasi sejati. Pada saat Gus Dur menjadi Presiden, Aceh dan Papua sedang mengalami gejolak. Muncul berbagai kelompok separatis yang ingin memisahkan diri dari NKRI. 

Upaya untuk mencari solusi dari konflik tersebut telah dilakukan semaksimal mungkin oleh Gus Dur. Gusdur bahkan terus melakukan negosiasi dengan pemimpin kelompok separatis. Namun, upaya Gus Dur ketika itu khususnya dalam kasus Aceh belum memperoleh hasil yang memuaskan. Untuk masalah Papua, dapat dikatakan Gus Dur cukup berhasil, karena situasi di Papua belum separah di Aceh. Hasil dari upaya Gus Dur dalam meredam gerakan saparatis di Papua ketika itu terlihat dari berhentinya tindakan kekerasan oleh kelompok separatis. 

Persoalan politik, konflik agama, dan ditambah lagi kondisi ekonomi bangsa yang tidak stabil pada masa itu, akhirnya membuat Gus Dur pada tanggal 23 Juli 2001, meletakkan jabatannya sebagai Presiden. Artinya, Gus Dur tidak menjabat sebagai presiden sampai dengan masa kepemimpinannya hingga lima tahun. 

Runtuhnya pemerintahan Gus Dur ketika itu disebabkan oleh berbagai macam persoalan bangsa yang sangat bersifat kompleks. Meskipun masa pemerintahan Gus Dur kurang lebih dua tahun, tapi perannya telah memberikan banyak sumbangan yang pantas dihargai oleh seluruh bangsa Indonesia.

WAFATNYA GUS DUR

Gus Dur meninggal setelah beberapa hari dirawat di Rumah Sakit Cipto Manungkusumo (RSCM) Jakarta, tepatnya pada tanggal30 desember 2009. Presiden ke-4 negara indonesia ini meninggal di usianya yang ke-69 tahun. Untuk mengenang jasa Kyai sekaligus mantan presiden ini, setiap tahun diadakan peringatan hari wafat beliau. Wafatnya Gus Dur diperingati sebagai haul dan biasanya dilaksanakan di bilangan Ciganjur, Jakarta Selatan. Bahkan, ribuan orang rela datang demi memperingati haul Gus Dur ini.

BAPAK PLURALISME

Gus Dur terkenal dengan gaya bicaranya yang tergolong berani dan ceplas ceplos, kalimat cerminan dari sosok Gus Dur yang sangat terkenal yaitu kalimat “Gitu Aja Kok Repot!”. Gus Dur memiliki pemikiran dan perjuangan yang berperan dalam perkembangan pemerintahan Indonesia. Salah satu pemikiran Gus Dur adalah tentang pemerintahan demokrasi yang mengedepankan kesetaraan dan keadilan untuk semua masyarakat dan kelompok minoritas tertentu. Sehingga, sosok Gus Dur dikenal sebagai tokoh Pluralisme.

Gus dur selalu mensosialisasikan ide pluralisme agama. Beliau  menjadi pondasi pelindung atas berbagai ketidakadilan. Perjuangannya dalaam membela hak minoritas dan ketimpangan sosial sangat dihargai bagi banyak orang. Ketika gus dur wafat, Presiden Susilo Bambang Yudoyono dalam pidatonya mengatakan bahwa Gus Dur adalah Bapak “Pluralisme Indonesia”. 

Gus Dur sangat mengedepankan sikap toleransi dalam beragama. Beliau merupakan salah satu tokoh yang dapat diterima oleh semua kelompok agama, bahkan ketika wafatnya banyak tokoh agama lain merasa kehilangan dan turut mendoakan kepergian Gus Dur. Tidak heran, karena semasa hidupnya Gus Dur memiliki kedekatan yang cukup baik dengan umat agama lain. 

Gagasan pluralisme yang dibawa oleh Gus dur memiliki tiga dimensi. Pertama, pluralisme di level pemikiran (plural in mind). Kedua, pluralisme di level perilaku (plural in attitude).Ketiga,pluralisme di level tindakan (plural in action). Pada level pemikiran, menurut Gusdur, pluralisme mengakar bukan hanya dalam bagaimana seseorang bertindak tetapi dalam bagaimana seseorang berfikir. Salah satu gagasannya bahwa pluralism secara tegas ada dalam kitab suci Al Qur’an dan Al-Qur’an secara tegas juga menerangkan bahwa pluralisme masyarakat dari segi agama, etnis, warna kulit, bangsa dan sebagainnya menjadi kehendak Allah. 

Pada level perilaku, Gus Dur melibatkan diri dalam berbagai komunitas pro-demokrasi dan Hak Asasi Manusia serta komunitas lintas agama. Kehadiran Gusdur dalam berbagi forum tersebut, menjadi teladan bagi banyak kalangan agar tidak hanya membatasi pergaulan secara homogen, namun harus membuka diri tehadap berbagai kalangan. Pada level tindakan kita dapat melihat ketika Gusdur diangkat menjadi Presiden yang ke-4 di tahun 1999. 

Gus Dur gigih memperjuangkan hak-hak kaum minoritas, antara lain dengan mencabut Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 tahun 1967 tentang agama dan adat istiadat China. Dengan dicabutnya inpres tersebut etnis Tionghoa dapat merayakan tahun baru Imlek, dan menjalankan tradisi-tradisi mereka seperti Barongsai dan Liang-liong. Keputusan ini kemudian dilanjutkan oleh presiden Megawati dengan menetapkan Imlek sebagai hari libur nasional melalui Keputusan Presiden No. 19 tahun 2002. 

Selain itu, Gus Dur juga meminta maaf kepada keluarga para korban pembantaian massal 1965-1966, dan beliau mengusulkan pencabutan TAP MPRS No.XXV/1966 yang menyatakan bahwa PKI dan ormas-ormasnya adalah organisasi terlarang di Indonesia. Melalui Ketiga level tersebut, Gusdur selalu berupaya menterjemahkan paham pluralisme dalam dua dimensi sekaligus, yaitu teologis dan sosiologis. 

Secara teologis, gagasan pluralisme Gus Dur dihadapkan pada tantangan iman, yaitu bagaimana mendefinisikan  iman Ummat Islam ditengah keragaman iman yang lain yang diyakini oleh pemeluk agama lain. Sedangkan secara sosiologis, gagasan pluralisme Gus Dur dihadapkan pada sejumlah fakta sosial, yaitu bagaimanakah hubungan antar umat beragama, khususnya hubungan antar iman ditengah pluralisme agama. 

Menurut Gus Dur, demi tegaknya pluralisme masyarakat tidak hanya terletak pada suatu pola hidup berdampingan secara damai. Namun, harus ada penghargaan yang tinggi terhadap pluralisme itu sendiri, yaitu dengan kesadaran untuk saling mengenal dan berdialog secara tulus sehingga kelompok yang satu dengan yang lain saling take and give. 

Gus Dur juga dikenal sebagai sosok yang sangat terbuka terhadap perkembangan intelektual, dan terbuka terhadap orang yang berpandangan agama lain. Tanpa memperlemah keyakinannya pada Islam, beliau menerima keberadaan umat beragama lain. Dengan keyakinan kuat kepada ajaran Islam inilah beliau dengan mudah bisa membaur dengan agama-agama lain.

BUKU KARYA GUS DUR DAN BERBAGAI PENGHARGAAN YANG DITERIMA

Sudah sangat umum jika seorang intelektual pasti mempunyai karya, begitu pula dengan sosok gus dur. Melalui pemikirannya yang luar biasa beliau telah menulis beberapa buku dengan berbagai judul. Berikut ini merupakan buku karya gus dur:

  • Islamku, Islam Anda, Islam Kita
  • Pergulatan Negara Agama dan Kebudayaan. 
  • Tuhan Tidak Perlu Dibela. 
  • Islam Kosmopolitan, Nilai-nilai Indonesia dan Transformasi Kebudayaan.  
  • Kiai Nyentrik Membela Pemerintah. 
  • Khazanah Kiai Bisri Syansuri. 
  • Menggerakkan Tradisi Pesantren
  • Melawan dengan Lelucon, 
  • Prisma Pemikiran Gus Dur, 
  • Mengurai Hubungan Agama dan Negara. 

Selain menerbitkan buku-buku yang luar  biasa tersebut, Gus Dur juga telah menerima berbagai penghargaan. Di antaranya adalah:

  • Tahun 1990 menerima gelar Penggerak Islam Indonesia dari Majalah Editor 
  • Tahun 1990 Ramon Magsaysay Award for Community Leadership, Ramon Magsaysay Award Foundation, Philipina  
  • Tahun 1991 Islamic Missionary Award from the Government of Egypt, Mesir  
  • Tahun 1991 Penghargaan Bina Ekatama, PKBI  
  • Tahun 1994 Man Of The Year 1998, Majalah berita independent 
  • Tahun 1998 Honorary Degree in Public Administration and Policy Issues from the University of Twente, Belanda 
  • Tahun 2000 Penghargaan Kepemimpinan Global (The Global Leadership Award) dari Columbia University, New York 
  • Tahun 2004 Bapak Tionghoa dari beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok 
  • Tahun 2006 penghargaan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers  
  • Tahun 2009 dari Simon Wieshenthal Center (yayasan yang bergerak di bidang penegakan HAM dan toleransi antarumat beragama), New York, Amerika Serikat 
  • Tahun 2009 dari Mebal Valor di Los Angeles, Amerika Serikat. Penghargaan ini diberikan karena Gus Dur dinilai punya keberanian membela kaum minoritas. Salah satunya, membela umat Konghucu di Indonesia dalam memperoleh hak-haknya yang sempat terpasung selama era Orde Baru. 
  • Tahun 2009 penghargaan dari Temple University, Philadelphi, Amerika Serikat dengan menggunakan nama Abdurrahman Wahid sebagai salah satu jurusan studi agama dengan nama Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study  
  • Tahun 2010 (saat Gus Dur sudah meninggal) mendapat Lifetime Achievement Award dalam Liputan 6 Awards  Doktor Honoris Causa  
  • Tahun 2000 Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand 
  • Tahun 2000 Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand
  • Tahun 2000 Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Prancis  
  • Tahun 2000 Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand  
  • Tahun 2000 Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda 
  • Tahun 2000 Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India  
  • Tahun 2002 Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang  
  • Tahun 2003 Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel 
  • Tahun 2003 Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan  
  • Tahun 2003 Doktor Kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan   

Sahabat Portal-Ilmu itulah sedikit banyak informasi dan biografi mengenai Bapak Pluralisme Indonesia, yaitu KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Dari beliau kita bisa belajar banya hal, utamanya mengenai keberagaman dalam memandang suatu hal. Beliau mengajarkan kita untuk tidak melihat segala sesuatu hanya dari satu sudut pandang saja, akan tetapi dari banyak sudut pandang yang berbeda.

Akhir kata, semoga artikel ini dapat bermanfaat ya 

Terima kasih

Bibliography

  • Afifiyah, S. (2020, November 1). Gus Dur, Gus Mus, Apa Arti Gus Bagi Warga Nahdlatul Ulama? Retrieved Agustus 2021, from tagar.id: https://www.tagar.id/gus-dur-gus-mus-apa-arti-gus-bagi-warga-nahdlatul-ulama
  • Ahmad, F. (2020, Mei 31). Kisah di Balik Wafatnya Gus Dur. Retrieved Agustus 2021, from nu.or.id: https://www.nu.or.id/post/read/120407/kisah-di-balik-wafatnya-gus-dur
  • HAMID, A. (2019, Januari 28). Tujuh Buku Gus Dur yang Harus Anda Baca. Retrieved Agustus 2021, from alif.id: https://alif.id/read/abdulloh-hamid/tujuh-buku-gus-dur-yang-harus-anda-baca-b214852p/
  • NN. (2009, Desember 30). Mengenang Perjalanan Hidup Gus Dur. Retrieved September 21, 2018, from KOMPAS.com: https://nasional.kompas.com/read/2009/12/30/19533632/Mengenang.Perjalanan.Hidup.Gus.Dur
  • Online, N. (2020, Januari 21). Penghargaan dan Doktor Kehormatan yang Pernah Diberikan kepada Gus Dur. Retrieved Agustus 2021, from nu.or.id: https://www.nu.or.id/post/read/115743/-penghargaan-dan-doktor-kehormatan-yang-pernah-diberikan-kepada-gus-dur
  • Rochmat, M. (2017, Mei 8). Kiai Said Beberkan Rahasia Kenapa Gus Dur Sering Plesiran ke Luar Negeri. Retrieved Agustus 2021, from nu.or.id: https://www.nu.or.id/post/read/77766/kiai-said-beberkan-rahasia-kenapa-gus-dur-sering-plesiran-ke-luar-negeri-
  • Sutan. (2019, Desember 19). Masa Kecil Gus Dur, Bandel tapi Cerdas. Retrieved Agustus 2021, from tebuireng.online: https://tebuireng.online/masa-kecil-gus-dur-bandel-tapi-cerdas/

*Penulis: Atik Lestari