Sejarah Politik Etis di Indonesia: Latar Belakang, Tujuan, Tokoh, Dampak dan Implementasi Politik Etis

Politik Etis atau politik balas budi merupakan kebijakan politik yang dikeluarkan oleh parlemen Belanda. Kebijakan ini muncul karena adanya kewajiban moral pemerintah Kolonial untuk memperhatikan kondisi tanah jajahannya. Politik etis dianggap sebagai suatu hal yang harus dilakukan oleh pemerintah Belanda karena penderitaan yang terjadi di Hindia Belanda. 

Terutama setelah adanya Tanam Paksa di tahun 1830 yang membuat penderitaan yang sangat besar sehingga membuat Ratu Wilhelmina I pada tahun 1901 menyatakan bahwa pemerintah Kolonial perlu membayar hutang kepada Hindia Belanda. Tanam paksa terjadi ketika Johannes Van Den Bosch selaku Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang memaksa masyarakat Indonesia untuk menanam komoditas ekspor demi kepentingan Belanda. 

Sejarah Politik Etis di Indonesia: Latar Belakang, Tujuan, Tokoh, Dampak dan Implementasi Politik Etis

Untuk mengetahui mengenai latar belakang, tujuan, tokoh, isi, dan dampak dapat dilihat dalam artikel berikut ini.

A. Latar Belakang Politik Etis

Lahirnya Politik Etis karena adanya penderitaan dari penduduk Hindia Belanda dari tahun 1799. penderitaan rakyat berlanjut hingga adanya kebijakan Tanam Paksa pada tahun 1830 dan perkebunan swasta pada tahun 1863 yang membuat penduduk bekerja untuk memenuhi kebutuhan pekerja.

Tanam Paksa mengatur masyarakat untuk menyisihkan tanahnya sekitar 20% untuk menanam komoditas ekspor. Komoditas ekspor tersebut berupa tebu, kopi, dan teh. Adapun hasil panen tersebut nantinya akan dijual yang hasil penjualannya sudah ditetapkan oleh pemerintah Kolonial Belanda.

Sementara itu, bagi masyarakat yang tidak mempunyai lahan perkebunan atau pertanian maka akan dialihkan untuk bekerja di perkebunan milik pemerintah. Adapun pelaksanaannya yaitu selama 75 hari dalam setahun.

Kebijakan tersebut bersifat menyengsarakan rakyat sementara pemerintah tidak memiliki itikad yang baik dalam memerintah dan memberikan perlindungan untuk masyarakat. Menurut kalangan humanis, tindakan yang dilakukan pemerintah menyimpang dari yang seharusnya. Kondisi ini membuat Pieter Brooshoft dan Conrad Theodor Van Deventer menjadi pengusul utama lahirnya Politik Etis sebagai bentuk balas budi terhadap kebaikan Hindia Belanda yang telah dibuat menderita selama puluhan tahun lamanya. 

Pada tanggal 17 Desember 1901, Belanda mulai memberlakukan Politik Etis melalui pidato yang disampaikan oleh Ratu Wilhelmina yang sekaligus menjadi pengesahan mulai adanya Politik Etis di Hindia Belanda.

B. Tujuan Politik Etis

Berikut adalah tujuan Politik Etis:

  1. Upaya balas budi yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda kepada Hindia Belanda
  2. Untuk memajukan tiga aspek penting dalam kehidupan yaitu pendidikan, pengairan, dan perpindahan penduduk
  3. Untuk menyelamatkan hak-hak rakyat Indonesia 
  4. Masyarakat pribumi dapat menerima kehidupan yang lebih baik dibawah kekuasaan pemerintah Kolonial Hindia Belanda
  5. Sebagai upaya Belanda untuk mempertahankan kekuasaan dan mencegah rongrongan yang disebabkan oleh ketidakpuasan masyarakat

C. Tokoh dalam Politik Etis

1. Pieter Brooshoft

Pieter Brooshoft merupakan seorang wartawan dan sastrawan Belanda yang mengelilingi Jawa di tahun 1887. Pada sata itu, ia mendokumentasikan kesengsaraan yang dihadapi masyarakat pribumi Hindia Belanda dan kemudian melaporkan hasilnya ke 12 politisi Belanda yang tertuang dalam buku berjudul “Memorie Over den Toestan in Indie” atau yang dikenal juga dengan buku “Catatan Mengenai Keadaan di Hindia”. Buku tersebut berisi kritik terhadap pajak dan bandar.

Setelah dikeluarkannya kebijakan tentang Politik Etis sebagai politik balas budi, Pieter merasa kecewa karena dalam pelaksanaan kebijakan tersebut masih termuat banyak penyimpangan. Karena hal ini pula membuat ia kembali pulang ke Belanda pada tahun 1904.

2. Conrad Theodor Van Deventer

Conrad Theodor Van Deventer merupakan seorang ahli hukum Belanda yang juga menjadi pengusaha perkebunan di Hindia Belanda. Tahun 1899 Van Deventer menulis Een Eeschuld (hutang kehormatan) yang tertuang dalam majalah De Gids. Maksud dari tulisan tersebut yaitu Belanda memiliki hutang kehormatan yang harus dibayar atas kekayaan yang diterima di atas penderitaan yang dirasakan masyarakat pribumi.

Gagasan yang diucapkan olehnya mendapat dukungan dari Ratu Wilhelmina bahkan diungkapkan dalam pidatonya pada tahun 1901. Dukungan dari Ratu Wilhelmina berupa diterbitkannya kebijakan baru. Kebijakan tersebut dinamakan dengan “Trias Vn Deventer” yang memiliki tiga tujuan yaitu edukasi, irigasi, dan transmigrasi.

3. Edward dan Ernest Douwes Dekker

Edward Douwes Dekker atau Multatuli menulis buku yang berjudul Max Havelaar. Buku tersebut berisi mengenai masyarakat pribumi yang terhimpit kepentingan Belanda dan kepentingan penguasa lokal yang ingin mempertahankan kekuasaannya. 

Menurutnya pemerintah harusnya bersikap lebih tegas kepada pengusaha lokal dan membangun sistem pemerintahan yang lebih berpihak terhadap kesejahteraan rakyat bukan malah sebaliknya.

Ernest Douwes Dekker atau Setiabudi memperjuangkan kalangan indo atau golongan campuran yang terabaikan dalam kebijakan Politik Etis. Terutama untuk kalangan Indo supaya dapat memperoleh fasilitas pendidikan yang dapat diakses oleh semua kalangan tanpa harus terkendala biaya yang mahal.

D. Isi dari Politik Etis

Politik Etis berfokus terhadap desentralisasi politik, kesejahteraan rakyat, dan efisiensi dengan memperhatikan tiga aspek utama kehidupan masyaakat yaitu:

1. Irigasi (pengairan)

Fokus utama perekonomian Hindia Belanda terletak di bidang pertanian dan perkebunan, sehingga penting untuk adanya irigasi untuk mengairi sawah dan ladang mereka. Dengan adanya irigasi diharapkan dapat meningkatkan produktivitas lahan dan memberikan keuntungan bagi masyarakat.

Sarana dan prasarana yang diberikan oleh Pemerintah Kolonia Belanda yaitu pembuatan waduk, perbaikan sanitasi, dibuatkannya jalur transportasi pengangkut hasil tani, dan sebagainya.

Akan tetapi, pelaksanaan irigasi dalam Politik Etis dianggap gagal yang disebabkan oleh banyaknya penyelewengan yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda berupa irigasi yang dibangun bukannya ditujukan untuk masyarakat pribumi melainkan untuk perkebunan milik Belanda. Sehingga hal ini tidak menguntungkan masyarakat pribumi justru kembali membuat kesengsaraan.

2. Edukasi (pendidikan)

Kebijakan ini yaitu dengan memberikan akses pendidikan untuk masyarakat pribumi meskipun belum dapat disetarakan dengan sekolah-sekolah yang ditempuh orang Eropa. Harapan dari adanya program ini untuk melahirkan generasi-generasi yang berpendidikan tinggi dan untuk mengurangi angka buta huruf masyarakat.

Namun, hanya laki-laki yang boleh mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah yang dibangun Belanda. Untuk perempuan hanya boleh belajar dari rumah. Adapun sekolah-sekolah tersebut yaitu:

  1. Hollandsche Inlandsche School (HIS), adalah sekolah dasar untuk masyarakat pribumi. 
  2. Europeesche Lagere School (ELS), adalah sekolah dasar untuk anak Eropa dan para pembesar pribumi. 
  3. Hogere Burgerlijk School (HBS), adalah sekolah menengah yang diperuntukkan bagi siswa lulusan ELS. 
  4. Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), adalah sekolah menengah bagi siswa lulusan HIS. 
  5. Algemeene Middelbare School (AMS), adalah sekolah menengah atas bagi siswa lulusan HBS dan MULO. 
  6. School tot Opleiding van Indische Artsen (STOVIA), adalah sekolah pendidikan dokter Jawa. 
  7. Recht Hoge School, adalah sekolah hukum. 
  8. Landbouw School, adalah sekolah pertanian . 
  9. Technik Hoghe School, adalah sekolah teknik.

Dalam program edukasi ini, kenyataan tidak sesuai dengan harapan dimana pemerintah Kolonial Belanda mendapatkan pekerja yang terdidik untuk memenuhi kebutuhan pegawai rendahan dengan gaji yang rendah. 

3. Transmigrasi (perpindahan penduduk)

Pulau Jawa memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak dibandingkan pulau-pulau lain sehingga banyak sumber daya manusia yang menganggur. Dilakukanlah transmigrasi ke daerah yang kekurangan sumber daya manusia.

Perpindahan ini contohnya dilakukan di daerah Sumatera untuk bekerja di perkebunan sehingga dapat menggerakkan roda perekonomian. Akan tetapi program transmigrasi malah dimanfaatkan oleh pemilik perkebunan untuk mendatangkan buruh murah dari Jawa.

E. Dampak Politik Etis

1. Dampak positif

a. Adanya pembangunan infrastruktur

Pembangunan infrastruktur ditujukan untuk keperluan produksi komoditas yang lebih massif bagi kepentingan Belanda yang bermanfaat juga untuk masyarakat pribumi. Salah satunya yaitu dengan keberadaan jalur kereta api di antar wilayah dan bendungan. Berkat itu, hingga saat ini Indonesia memiliki transportasi jenis kereta api dan bendungan untuk menampung air. 

b. Adanya akulturasi kebudayaan

Politik Etis juga dilakukan melalui pendidikan yang menyatukan masyarakat pribumi dengan masyarakat Eropa sehingga secara alami mengalir percampuran budaya. Hal ini seperti masyarakat pribumi yang lancar berbahasa Belanda layaknya orang Eropa begitupun sebaliknya dimana masyarakat Eropa mulai terbiasa dengan gaya hidup orang pribumi.

c. Lahirnya kalangan berpendidikan

Dengan hadirnya sekolah-sekolah bagi pribudi, membuat rakyat semakin berpendidikan dan berintelektual tinggi. Ini kemudian menghasilkan pembagian masyarakat menjadi dua golongan. Golongan pertama yaitu masyarakat yang memilih untuk memperjuangkan keadilan dan memimpin pergerakan nasional seperti tergabung dalam organisasi dan parlemen. Sementara, golongan kedua berisi masyarakat yang memilih menjadi ambtenaar atau pegawai pemerintah untuk memperbaiki nasib dan memperoleh posisi yang strategis.

2. Dampak negatif

  • Program irigasi hanya untuk mengairi  perkebunan milik Belanda, sementara perkebunan milik pribumi dalam proses irigasi dipersulit sehingga proses pertanian dan perkebunan mengalami hambatan.
  • Program transmigrasi adanya eksploitasi dimana Belanda mendapatkan pekerja yang berpendidikan akan tetapi digaji dengan upah rendah.
  • Program edukasi yang tidak didapatkan untuk semua kalangan melainkan hanya beberapa golongan saja karena biaya yang sangat mahal sehingga tidak bisa dijangkau masyarakat biasa. 

Referensi

  • https://www.studiobelajar.com/politik-etis/
  • https://tirto.id/sejarah-politik-etis-tujuan-tokoh-isi-dampak-balas-budi-gao6
  • https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5716282/politik-etis-sejarah-tokoh-pelopor-dan-dampaknya
  • https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-politik-etis/

Penulis: Nabila Salsa Bila

Bacaan lain: