Sejarah Gabungan Politik Indonesia

Tepat pada tanggal 15 Juli 1936, ketua Perhimpunan Pegawai Bertutur Bumiputra atau PPBB yaitu Sutarjo Kartohadikusumo dan kawan – kawannya di parlemen Belanda mengajukan tuntutan yang dikenal dengan Petisi Sutarjo.

Isi dari Petisi Sutarjo, antara lain bahwa Indonesia dan pemerintah kolonial belanda akan mengadakan sidang permusyawaratan untuk menentukan dalam jangka waktu 10 tahun yang akan datang, Indonesia sudah dapat diberi hak untuk berdiri sendiri.

Sayangnya, tidak semua partai politik menyetujui usul dari petisi sutarjo. Mereka tidak setuju, dikarenakan dianggap sebagai langkah mundur dari perjuangan yang semula. Setelah mengalami perdebatan, petisi sutarjo diterima oleh parlemen Belanda.

Namun, tepat pada tahun 1938, petisi sutarjo ditolak oleh pemerintah kerajaan Belanda, setelah parlemen di negeri Belanda menolaknya. Alasan dari penolakan tersebut yaitu Indonesia belum mampu untuk berdiri sendiri. Menghadapi tindakan Belanda yang telah menolah Petisi Sutarjo, mengakibatkan tokoh – tokoh partai di Indonesia sepakat untuk menggabungkan diri dalam perjuangan.

Penggabungan diri dalam perjuangan ini didasari oleh rasa persatuan dan kesatuan untuk menggalang kekuatan bangsa Indonesia dalam usaha untuk mencapai kemerdekaan. Mereka membentuk gabungan politik Indonesia atau yang dikenal dengan GAPI. Anggota dari GAPI yaitu Parindra, Gerindo, PSII, dan partai – partai yang lain.

Menurut mohammad Husni Thamrin, pendiri federasi partai – partai politik, pembentukan federasi pada mulanya telah dianjurkan oleh PSII pada bulan Apirl 1938, yang ditunjukkan dengan pembentukan Badan Perantara Partai – Partai Politik Indonesia atau Bapeppi.

Karena kurang lancarnya pembentuka Bapeppi, parindra mengambil inisiatif untuk membentuk kembali Konsentrasi Nasional. Alasan dibentuknya federasi tersebut secara cepat, yaitu

  1. Kegagalan dari petisi sutardjo
  2. Kegentingan internasional akibat timbulnya fasisme
  3. Sikap pemerintah yang kurang memperhatikan kepentingan – kepentingan bangsa Indonesia

Ketiga hal tersebut merupakan tantangan bagi pemimpin – pemimpin Indonesia, terlebih lagi semakin gawatnya situasi internasional, sebagai akibat dari meningkatnya pengaruh fasisme. Kemenangan dan kemajuan yang diperoleh oleh negara – negara dengan paham fasisme, tidaklah menggemberikan bagi bangsa Indonesia. Negara – negara dengan paham fasisme tersebut, yaitu negara Jerman, Italia, dan Jepang.

Berdasarkan kondisi tersebut, pers Indonesia menyerukan agar kekalahan dalam forum parlemen Belanda mengenai perjuangan petisi sutardjo, dianggap sebagai cambukan untuk menuntut dan menyusun kembali, barisan, dalam suatu wadah persatuan berupa konsentrasi nasional.

Artikel terkait: Penyerbuan Penjara Bastille Sebagai Awal Revolusi Perancis

Ketua GAPI yaitu Abikusno Cokrosuyoso dan dibantu oleh, antara lain M. Husni Thamrin dan Amir Syarifuddin. GAPI menghendaki agar Indonesia memiliki parlemen, yang terdiri atas wakil – wakil Belanda dan Indonesia, yang memiliki kedudukan yang sama untuk menentukan politik Indonesia.

Berbeda dengan parlemen Belanda, keputusan parlemen diharapkan dapat mengikat pemerintah untuk melaksanakannya. Komisi Visman yang dibentuk oleh pemerintah, dibentuk untuk mengetahui dan meneliti tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keinginan rakyat Indonesia. Selain itu, komisi ini juga bertugas untuk menyelidiki dan mempelajari perubahan – perubahan yang terjadi dalam ketatanegaraan.

Komisi Visman diketuai oleh Dr. F. H. Visman. Namun, sayangnya, gerakan ini belum dapat diwujudkan karena terjadinya Perang Dunia II yang muncul di Eropa pada tahun 1939 dan tidak lama kemudian negara Indonesia dijajah oleh Jepang pada tahun 1942.Tujuan GAPI, yaitu menuntut pemerintah Belanda agar Indonesia mempunyai parlemen sendiri, sehingga GAPI memiliki semboyan Indonesia Berparlemen.

Parlemen yang diusing oleh GAPI bersendikan demokrasi, sehingga untuk mencapai tujuan tersebut GAPI mendorong rakyat Indonesia untuk mendukung.

Referensi:

1. Al Anshori, M.J. 2010. Seri Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: PT Mitra Aksara Panaitan.
2. Poesponegoro, M.D., dan Notosusanto, N. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka
3. http://www.berpendidikan.com/2015/08/sejarah-gapi-gabungan-politik-indonesia.html
4. http://www.katailmu.com/2014/09/gabungan-politik-indonesia-gapi.html
*Penulis: Indriyana Rachmawati