Perlawanan Rakyat Maluku dalam Menghadapi Portugis, VOC, dan Belanda

Maluku merupakan wilayah di Nusantara yang menjadi sumber utama rempah-rempah. Hal inilah yang menjadi alasan Maluku banyak dikunjungi penjelajah dari seluruh dunia. Bangsa Eropa seperti Portugis dan Belanda datang untuk menguasai wilayah Maluku, menghasilkan  perlawanan dari rakyat Maluku.

Berikut penjelasan mengenai sejarah perlawanan rakyat Maluku dalam melawan penjajah.

A. Sejarah Perlawanan Rakyat Maluku

Perlawanan rakyat Maluku untuk mengusir Belanda, bermula dari adanya praktik monopoli dan sistem pelayaran Hongi yang membuat masyarakat Maluku sengsara. Belanda juga melaksanakan sistem penyerahan wajib sebagian hasil bumi terutama rempah-rempah kepada VOC.

Sistem pelayaran Hongi yaitu para birokrat Kompeni menginspeksi satu per satu pulau di Maluku. Inspeksi ini dilakukan untuk menjaga keberlangsungan monopoli rempah-rempah. Kompeni juga memiliki hak ekstirpasi yaitu hak untuk memusnahkan pohon pala dan cengkeh apabila harganya turun.

B. Perlawanan Rakyat Maluku

1. Perlawanan terhadap Portugis

Bangsa Eropa pertama yang datang ke Maluku yaitu Portugis pada 1512 Masehi. Awal kedatangannya disambut baik dan menjalin hubungan dengan penguasa setempat. Portugis memproleh kebebasan untuk berdagang di Maluku setelah disepakatinya Perjanjian Tordesillas (1494) dan Saragosa (1529).

Melaui perjanjian tersebut membuat sumber utama rempah-rempah dapat dikontrol seutuhnya oleh Portugis. Armada pertama Portugis yang tiba di Maluku dipimpin oleh Antonio de Abreu dan Fransisco Serrao pada 1512 Masehi.

Kemudian Portugis juga mendirikan benteng di Bacan dan Ternate. Selain itu, Portugis juga memperkuat posisinya dengan tentara yang dipimpin oleh Antonio de Azevedo selaku gubernur dagang Portugis di Maluku.

Akan tetapi lambat laun hubungan antara Portugis dan rakyat Maluku memburuk. Hal ini kemudian membuat keduanya sering terjadi perselisihan hingga berakhir terjadi perlawanan rakyat Malaku terhadap Portugis. Perlawanan terjadi karena Portugis menerapkan politik monopoli perdagangan rempah. Portugis yang serakah dengan mematok rendah harga cengkih yang berakibat rakyat Maluku menjadi sengsara.

Selain monopoli perdagangan, Portugis juga melarang rakyat Maluku untuk berdagang rempah dengan bangsa lain serta menangkap kapal-kapal dagang penduduk. Contohnya di Tidore, Portugis menembaki kapal-kapal dari Banda yang hendak membeli cengkih.

Portugis juga menyebarkan agama Katolik dengan paksaan dan kerap mencampuri urusan internal kerajaan sehingga membuat rakyat Maluku dan melakukan pemyerangan terhadap Portugis. Penyerangan-penyerangan tersebut antara lain:

a. Perlawanan rakyat Hitu

Rakyat Hitu menjadi perlawanan pertama yang dilakukan terhadap Portugis. Perlawanan ini dilakukan dari 1520 Masehi hingga 1525 Masehi yang berakhir dengan kekalahan Portugis.

Kemudian delapan tahun berikutnya, Portugis memengaruhi Hatiwe yang berada di Hitu bagian selatan untuk melakukan serangan ke Hitu. Akan tetapi rencana tersbeut belum dilakukan pasukan Hitu yang dibantu oleh pasukan dari Jepara sudah terlebih dahulu menyerang Hatiwe.

Penyerangan kedua ini juga berakhir dengan kekalahan Portugis dimana banyak pasukannya yang tewas dan senjatanya diambil oleh pasukan Hitu. Kemudian pada 1537 dan 1570 Masehi, Hitu dan Portugis terlibat kembali dalam peperangan dan diakhiri dengan pengusiran Portugis pada 1574. Pada perlawanan ini, Hitu dibantu oleh pasukan dari Seram Barat.

b. Perlawanan rakyat Ternate dan Tidore

Awalnya Ternate menjalin kerjasama dengan Portugis untuk memerangi Tidore. Akan tetapi, koalisi ini justru mengalami perpecahan. Perpecahan ini dimulai ketika sultan-sultan di Ternate dilanggar kedaulatannya oleh Portugis. Salah satu pejabat Portugis yang dicari yaitu Tristoa de Altaida. Hal ini dikarenakan ia kerap bertindak kasar terhadap para sultan.

Kemudian Tidore memutuskan bergabung dengan Tidore untuk mengusir Portugis. Bersatunya Tidore dan Ternate membuat Portugis merasa terancam sehingga membuat Portugis meminta bantuan dari Antonio Galvao yang pada saat itu tengah berada di Malaka.

Salah satu tokoh yang terlibat dalam perlawanan ini yaitu Sultan Khairun. Ia melakukan serangan kepada Portugis pada 1565 Masehi dengan menggempur benteng-benteng Portugis. Akan tetapi, ia kemudian ditangkap dan diasingkan oleh Portugis di sebuah benteng.

Dengan ditangkapnya Sultan Kairun membuat rakyat semakin benci dengan Portugis yang berujung kekacauan. Hal ini membuat Sultan Khairun dibebaskan dan Portugis mengatakan bahwa ia ingin diadakannya pertempuan untuk melakukan perundingan.

Akan tetapi, perundingan tersebut hanyalah taktik palsu dari Portugis. Dalam perundingan pada 1570 Masehi, Sultan Khairun dibunuh di Banteng Sao Paolo oleh Portugis.

Dibunuhnya Sultan Khairun membuat rakyat marah besar dan terjadi perlawanan lanjutan yang dipimpin anak Sultan Khairun yaitu Sultan Baabullah. Sultan Baabullah kemudian mengepung Benteng Sao Paolo dan mengirimkan armadanya ke Ambon untuk memburu Portugis. Hingga akhirnya Portugis menyerah dan angkat kaki dari Ternate pada 28 Desember 1577 Masehi.

Kendati demikian, Portugis masih memusatkan kekuatan dan kekuasaan di Ambon untuk sementara waktu. Portugis juga masih harus menghadapi perlawanan dari Maluku Tengah. Pada 1605, Portugis remsi meninggalkan Maluku dan memilih untuk menetap di Pulau Timor hingga 1975 Masehi. 

2. Perlawanan terhadap VOC

Perlawanan rakyat Maluku terhadap VOC dipimpin oleh Kakiali dan Talukabesi pada 1635-1646 Masehi. VOC mulai menduduki Maluku setelah berakhirnya kependudukan Portugis.

Awal kependudukan VOC ketika adanya kontrak monopoli dagang yang disepakati antara keduanya pada 1607. VOC juga memiliki hak untuk menduduki bekas benteng Portugis yang kemudian diberi nama Benteng Victoria.

Kebijakan VOC lebih memberatkan dibandingkan dengan Portugis. Hal ini dikarenakan VOC menetapkan tiga kebijakan sebagai berikut:

  1. Penyerahan wajib komoditas rempah-rempah kepada VOC dengan harga yang telah ditetapkan
  2. Adanya hak ekstirpasi yaitu pemusnahan komoditas ketika harganya komoditas itu turun dan penanaman serentak ketika harga meningkat. Hak ini juga berupa penetapan wilayah-wilayah yang dilarang untuk menanam rempah
  3. Adanya pelayaran Hongi yaitu pemusnahkan tanaman rempah-rempah yang ditanam diluar izin dagang dengan Belanda

3. Perlawanan terhadap Belanda

Pada abad ke-19, Maluku berada di bawah kekuasaan Belanda setelah Inggris menandatangani Perjanjian Traktat London yang berisikan pemberian sebagian wilayah kekuasaan Indonesia kepada Belanda.

Perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda disebabkan oleh faktor-faktor berikut ini, yaitu:

  1. Tindakan monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilakukan Belanda melalui pelayaran Hongi di Maluku
  2. Adanya kebijakan penyerahan wajib seperti ikan asin, kopi, dan hasil laut kepada Belanda
  3. Sikap Residen Saparuan (Van de Berg) yang memberlakukan rakyat Maluku dengan semena-mena.
  4. Pemerintah Kolonial menghapus sekolah-sekolah desa dan memberhentikan guru untuk menghemat anggaran
  5. Adanya paksaan bagi para pemuda untuk menjadi serdadu Belanda di luar Maluku
  6. Adanya permasalahan dalam peredaran uang kertas sehingga menyulitkan rakyat Maluku

Kemudian pada 1817, rakyat Maluku mengangkat Thomas Matulessy atau Pattimura untuk memimpin perlawanan terhadap Belanda. Pada 16 Mei 1817, mulai dimulainya operasi penyerangan pos-pos dan Benteng Belanda di Saparua oleh Kapitan Pattimura bersama dengan pasukannya.

Dari operasi tersebut berhasil merebut Benteng Duurstede dan menewaskan Residen Saparu (Van de Berg) dan pasukannya. Pada 20 Mei 1817, Belanda berkeinginan untuk merebut kembali Benteng Duurstede dengan mendatangkan bantuan dari Ambon. Belanda mengerahkan sekitar 200 prajurit yang dipimpin oleh Mayor Beetjes untuk menyerang Pattimura dan pasukannya di Saparua.

Akan tetapi, upaya perebutan tersebut berhasil digagalkan oleh Pattimura. Selain itu, Pattimura juga berhasil dalam pertempuran lain seperti di Pulau Seram, Hatawano, Hitu, Haruku, Wasisil, dan Larike.

C. Akhir Perlawanan Rakyat Maluku

Berakhirnya perlawanan rakyat Maluku ketika Pattimura dikhianati oleh Raja Booi dari Saparua. Raja Booi membocorkan informasi mengenai strategi perang Pattimura dan rakyat Maluku sehingga Belanda berhasil merebut kembali wilayah Saparua.

Pada Desember 1817, Pattimura dan tiga pasukannya dihukum gantung di Benteng Victoria, Ambon oleh Belanda. Hal ini sekaligus mengakhiri perlawanan rakyat Maluku terhadap Belanda.

Referensi

  • https://www.studiobelajar.com/perlawanan-rakyat-maluku/
  • https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/23/150000779/perlawanan-maluku-terhadap-portugis?page=all
  • https://news.detik.com/berita/d-5079001/perlawanan-rakyat-maluku-sejarah-dan-latar-belakang-lengkap
  • https://www.kompas.com/skola/read/2020/10/21/145618969/perang-pattimura-melawan-belanda?page=all
  • https://www.kompas.com/stori/read/2021/11/09/100000679/perang-saparua-penyebab-tokoh-jalannya-perlawanan-dan-akhir?page=all

*Penulis: Nabila Salsa Bila

Bacaan lain: