Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia: Penjelasan Lengkap

Demokrasi liberal merupakan sistem pemerintahan dengan menempatkan Presiden sebagai kepala negara dan Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan dan pimpinan kabinet. Demokrasi Liberal sebenarnya sama dengan Demokrasi Parlementer. Penamaan liberal digunakan untuk membedakan dengan masa Demokrasi Terpimpin yang terjadi setelahnya.

Dalam hal ini, posisi parlemen legislatif sangat kuat dalam mempengaruhi kabinet serta dapat menjatuhkan kabinet melalui mosi tidak percaya. Sistem ini dapat berjalan baik apabila parlemen memiliki komposisi yang seimbang dan tetap antara pendukung pemerintah dan oposisi. Selain itu, rakyat juga memiliki kebebasan dalam ikut campur di urusan politik dan membuat partai politik.

Sejarah Demokrasi Liberal di Indonesia

Demokrasi Liberal diterapkan di Indonesia dari 1950-1959. Penerapan Demokrasi Liberal juga turut dipercayai oleh tokoh-tokoh penting bangsa Indonesia seperti Mohammad Hatta dan Sutan Syahrir. 

Untuk mengetahui lebih detail mengenai Demokrasi Liberal dapat disimak dalam artikel berikut ini.

A. Latar Belakang

Pada 17 Agustus 1950, Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai bentuk negara hasil kesepakatan dari Konferensi Meja Bundar (KMB) dan pengakuan dari kedaulatan Belanda resmi dibubarkan. Kemudian digantikan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Pergantian bentuk negara turut mengubah sistem pemerintahannya. Dalam hal ini, sistem pemerintahan diganti menjadi Demokrasi Liberal dan didasarkan atas Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) 1950. 

Demokrasi Liberal ditandai dengan munculnya partai-partai politik baru yang bebas untuk berpendapat dan mengkritisi pemerintah.

B. Perkembangan-Perkembangan

Demokrasi Liberal lebih mengedepankan kebebasan, dengan pemerintahnya dibatasi oleh konstitusi. Hal ini menandakan bahwa kekuasaan pemerintah terbatas sehingga pemerintah tidak diperkenankan untuk bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya.

Pada masa ini, Indonesia juga melakukan pemilihan umum pertama kali pada tahun 1955. Tujuan diadakannya pemilu untuk memilih anggota parlemen dan anggota konstituante. Konstituante memiliki tugas untuk membentuk UUD baru sehingga dapat menggantikan UUD sementara.

Masa demokrasi Liberal mendorong perkembangan banyak partai politik. Hal ini  karena Demokrasi Liberal menganut sistem multi partai. Adapun partai-partai besar yang muncul pada Demokrasi Liberal yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU), Masyumi, dan Partai Komunis Indonesia (PKI).   

C. Ciri-Ciri

  1. Parlemen memegang posisi yang kuat terhadap kabinet
  2. Presiden dan wakil presiden hanya bertugas sebagai kepala negara saja
  3. Penentuan kebijakan didasarkan atas keputusan mayoritas
  4. Sering terjadi mosi tidak percaya pada kabinet
  5. Terjadi banyak gerakan ketidakpuasan karena lemah dan ketidakstabilan pemerintahan
  6. Pemilu terlaksana sebagai proses demokrasi
  7. Konstitusi menjadi landasan penting bagi negara dilihat dari pembentukan konstituante.

D. Kabinet-Kabinet Masa Demokrasi Parlementer

1. Kabinet Natsir

Kabinet Natsir mulai memeritah dari 6 September 1950 hingga 20 Maret 1951. Inti dari kabinet Natsir yaitu untuk menjadi kabinet koalisi. Fokus dalam kabinet ini untuk penggiatan usaha menuju negara dan konsolidasi politik.

Selain itu, juga adanya penyempurnaan Angkatan Perang dan meninjau kembali penyerahan Irian Barat melalui perundingan dengan Belanda pada 4 Desember 1950.  Akan tetapi tidak mendapatkan hasil apapun. Kondisi ini juga diperburuk dengan hubungan antara kabinet dan parlemen yang memanas sehingga Natsir mengembalikan mandatnya kepada presiden pada 21 Maret 1951.

2. Kabinet Sukiman

Kabinet Sukiman dimulai dari April 1951-April 1952, dipimpin oleh Sukiman Wirjosandjojo (Mayumi) dan Suwiro (PNI). Harapannya dapat memunculkan kestabilan politik. Tugas lainnya untuk mempercepat persiapan pemilihan umum pertama Indonesia.

Kabinet Sukiman jatuh setelah adanya penandatanganan perjanjian Mutual Security Act (MSA) antara Menteri Luar Negeri Ahmad Subardjo dan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran. 

Akibat adanya perjanjian tersebut membuat parlemen dianggap mencoreng Politik Luar Negeri Bebas-Aktif. Kemudian Sukiman mengembalikan mandat pada 23 Februari 1952.

3. Kabinet Wilopo

Kabinet Wilopo mulai memerintah dari April 1952-April 1953. Wilopo berasal dari PNI. Harapannya dapat memunculkan stabilitas politik melalui kabinet yang berisi banyak partai politik. 

Akhir dari Kabinet Wilopo karena muncul banyak permasalahan ekonomi yang disebabkan oleh tidak seimbangnya ekspor-impor dan anggaran negara yang defisit. Selain itu juga disebabkan karena terjadinya peristiwa 17 Oktober 1952 dan peristiwa Tanjung Morawa, dan adanya guncangan mosi tidak percaya dari Sarekat Tani Indonesia dan PNI Sumatera Utara. Dari berbagai terjadinya peristiwa tersebut membuat Wilopo harus meletakkan jabatannya.

4. Kabinet Ali Sastroamidjojo I

Kabinet Ali berjalan dari Juli 1953-Agustus 1955. Ali Sastroamidjojo berasal dari golongan NU. Tugasnya untuk melakukan persiapan akhir dari pemilu yang dilaksanakan pada pertengahan tahun 1955.

Pada kabinet Ali Sastroamidjojo berhasil melaksanakan Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada April 1955. Akhir dari kabinet ini yaitu adanya guncangan konflik internal. Guncangan tersebut seperti penarikan menteri-menteri dari golongan NU dan konflik antara Menhan Iwa Kusumasumantri dengan pimpinan TNI AD.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap

Kabinet Burhanuddin Harahap dimulai dari Agustus 1955-Maret 1956. Tugasnya untuk memastikan Pemilu 1955 berjalan dengan baik. Pada masa ini terdapat 100 partai yang mengajukan diri untuk DPR, dan 82 partai untuk konstituate, serta terdapat 86 organisasi dan perseorangan yang ikut dalam pemilu.

6. Kabinet Ali Sastroamidjojo II

Ali Sastroamidjojo ditunjuk kembali, dengan kabinet yang beranggotakan wakil-wakil dari PNI, Masyumi, dan NU. Tugasnya untuk membentuk Rencana Lima Tahun, mempercepat otonomi daerah, penunjukkan DPRD, dan mengusahakan percepatan penyerahan Irian Barat.

Pada masa kabinet ini pula, presiden menandatangani UU Pembatalan KMB pada 3 Mei 1956. Penandatanganan tersebut memunculkan kebingungan peralihan modal Belanda yang berujung pada penjualan kepada kelompok China karena parlemen menolak nasionalisasi aset.

7. Kebinet Djuanda 

Kabinet Djuanda dimulai dari Maret 1957-Juli 1959. Tugasnya untuk memperjuangkan Irian Barat, melanjutkan pembatalan KMB, dan perbaikan keadaan negara.

Kabinet ini dibubarkan karena Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang sekaligus menandai selesainya masa Demokrasi Liberal. 

E. Kebijakan Ekonomi dan Politik

1. Kebijakan ekonomi 

Kebijakan ekonomi yang populer di masa demokrasi liberal adalah Program Gerakan Benteng (1950-1953) untuk memberikan kredit ringan kepada 700 perusahaan Indonesia. Akan tetapi, gerakan ini tidak berjalan efektif karena banyak disalahgunakan.

Selain itu, masalah utama perekonomian pada masa ini adalah adanya defisit anggaran negara karena penerimaan yang kecil. Ekspor meledak pada Perang Korea pada tahun 1950 kemudian mulai menurun lagi pada tahun 1951. 

Permasalahan lainnya yaitu jumlah mata uang yang beredar tidak terkontrol dan biaya hidup yang terus meningkat. Persentase defisit terus meningkat dimana pada tahun 1950 mencapai 20% dan pada 1960 mencapai 100%.

2. Kebijakan Politik

a. Konferensi Asia Afrika (KAA)

Konferensi Asia-Afrika sebagai lanjutan dari Konferensi Colombo pada April 1954. Pembahasan KAA mengenai lanjutan pertemuan antara pimpinan negara Asia-Afrika untuk upaya perdamaian.

Dari adanya konferensi ini mengakibatkan munculnya relasi dan kekuatan baru antar negara baru. Dampak lainnya yaitu membuat Indonesia memperoleh dukungan dalam merebut Irian Barat dan persetujuan dwikewarganegaraan dengan Republik Rakyat China (RRC). 

b. Pemilu 1955

Tahun 1955 menjadi tahun pertama bagi Indonesia untuk melakukan pemilihan umum. Pemilu ini dalam rangka memperoleh legitimasi sebagai penyelenggara negara demokrasi.

Kemudian Pemilu Kontituante dilakukan pada tanggal 15 Desember, Pemilu DPR pada 22 Desember yang memiliki hasil bahwa PNI, Masyumi, NU, dan PKI sebagai pemenang pemilu dan menghasilkan kabinet Ali Sastroamidjojo II.

c. Politik Luar Negeri Bebas-Aktif

Ditengah ketegangan dunia akibat adanya Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet membuat Indonesia menerapkan Politik Luar Negeri Bebas-Aktif. Penerapan politik luar negeri tersebut dilihat dengan terlibatnya Indonesia dalam Gerakan Non Blok dan memprakarsai Konferensi Asia-Afrika. Tujuannya untuk menjadi satu kekuatan yang tidak memihak blok manapun dan tetap berhubungan dengan negara-negara yang menjunjung tinggi perdamaian.

F. Akhir Demokrasi Liberal

Pada masa Demokrasi Liberal banyak terjadi kekacauan baik dalam bidang ekonomi maupun politik. Selain itu banyak kabinet yang jatuh bangun karena adanya mosi tidak percaya dari partai relawan. Sehingga menimbulkan perdebatan dalam konstituante dan konflik yang berkepanjangan yang menghambat upaya pembangunan.

Konstituante juga menghadapi masalah besar dalam penetapan dasar negara sehingga pada 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang dinamakan Dekrit Presiden. Dalam Dekrit Presiden berisikan bahwa Indonesia tidak lagi memberlakukan UUDS tahun 1950 dan sekaligus menandakan berakhirnya demokrasi liberal di Indonesia. 

Referensi 

  • https://www.studiobelajar.com/demokrasi-liberal/
  • https://tirto.id/sejarah-masa-demokrasi-parlementer-atau-liberal-di-indonesia-gbDP
  • https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5817976/apa-itu-demokrasi-liberal-ini-sejarah-hingga-masa-berakhirnya-di-indonesia

*Penulis: Nabila Salsa Bila

Bacaan lain: