Mazhab Formal: Mazhab Sosiologi Pasca Auguste Comte

Pasca kelahiran sosiologi pada masa Auguste Comte, kita mengenal ada banyak tokoh tokoh sosiologi yang juga mulai mengembangkan pemikirannya. Aliran aliran pemikiran dalam sosiologi ini kemudian dikelompokkan dalam enam mazhab.

Enam mazhab sosiologi tersebut, meliputi: (1) mazhab geografi dan lingkungan, (2) Mazhab Organis dan Evolusioner, (3) Mazhab Formal, (4) Mazhab Psikologi, (5) Mazhab Ekonomi, (6) Mazhab Hukum. Masing -masing mazhab sosiologi ini memiliki ciri khas pemikiran tersendiri beserta dengan para tokoh sosiologi pendukungnya

Nah, kali ini, kita akan membahas lebih lanjut hanya pada mazhab formal saja. Untuk penjelasan detail pada mazhab lainnya, dibahas pada artikel terpisah.

Mazhab Formal: Mazhab Sosiologi Pasca Auguste Comte

Pendukung Mazhab formal

Pendukung dari mazhab formal yang paling terkenal adalah Georg Simmel (1858-1918). Ia mengembangkan pemikiran mengenai sosiologi mengenai bagaiaman elemen -elemen masyarakat dapat mencapai suatu kesatuan.

Pemikiran serupa juga dilontarkan oleh pendukung mazhab formal lain, yakni Leopold von Wiese (1876-1961), dan Alfred Vierkandt (1867-1953).

Para pendukung mazhab ini sepakat bahwa tugas sosiologi adalah untuk melakukan analisis terhadap proses terjadinya dan mengidentifikasikan pengaruh-pengaruh dari bentuk -bentuk yang dapat mengatur relasi masyarakat.

Pemikiran Simmel mengenai hal ini banyak dipengaruhi oleh ajaran filsafat dari Immanuel Kant. Begitu pula dengan para ahli pikir lain yang mendukung mazhab ini. Kebanyakan dari ahli pikir ini, berasal dari Jerman.

Ide pokok mazhab formal

Menurut Simmel, elemen masyarakat ini mampu mencapai kesatuan dengan memanfaatkan bentuk -bentukt tertentu, yang mampu mengatur hubungan yang terjalin antara elemen-elemen masyarakat itu sendiri. Bentuk bentuk yang dimaksud ini sesungguhnya juga mengarah pada elemen -elemen itu sendiri, yang sebagai contohnya adalah berupa lembaga.

Adapun bentuk -bentuk yang terwujud dalam berbagai lembaga tadi, menurut Simmel, harus diwujudkan dalam bentuk superioritas, subordinasi, dan konflik. Sebab, ketiga hal inilah yang mampu untuk mengatur relasi dengan cara yang lebih baik.

Jadi, berbagai hubungan sosial, agama, keluarga, peperangan, perdagangan, serta kelas-kelas yang ada dalam masyarakat, dapat dibumbui dnegan karakteristik sesuai dengan salah satu bentuk di atas atau malah ketiga-tiganya.

Simmel juga mengajukan gagasannya mengenai alasan seseorang menjadi warga masyarakat. Menurutnya, hal ini tak lain karena orang tersebut perlu mengalami proses individualisasi dan sosialisasi. Kedua proses ini dapat diperoleh dengan menjadi warga masyarakat.

Seorang individu tidak akan mungkin mengalami proses interaksi antara individu dengan kelompok, tanpa menjadi bagian dari masyarakat, atau khususnya sebagai warga masyarakat itu sendiri.

Suatu masyarakat dapat berproses ketika setiap orang di dalamnya memiliki peranan yang harus dijalankan. Lebih lanjut, interaksi individu dengan kelompok ini pun hanya akan dapat dimengerti melalui kerangka peranan yang dilakukan oleh individu sebagai warga masyarakat.

Tokoh sosiologi lain, Leopold von Wiese (1876-1961), mengajukan gagasan bahwa sosiologi harus memusatkan perhatiannya pada hubungan - hubungan yang terjalin antarmanusia, tanpa harus mengaitkan dengan tujuan -tujuan atau kaidah-kaidah.

Sederhananya, kajian ilmu ini perlu dimulai dengan melakukan pengamatan terhadap perilaku kongkret tertentu, dengan ajaran yang sifatnya empiris, serta berusaha untuk mengadakan kuantifikasi terhadap berbagai proses sosial yang terjadi.

Menurutnya, proses sosial ini adalah hasil perkalian dari sikap dan keadaan, dengan kondisi keduanya yang dapat diuraikan dalam unsur-unsurnya sendiri secara sistematis.

Adapun Alfred Vierkandt (1867-1953) menekankan bahwa kajian sosiologi seharusnya memberikan fokus utamanya terhadap situasi-situasi mental. Situasi-situasi ini tidak bisa dianalisis secara tersendiri, melainkan harus berupa hasil perilaku yang muncul sebagai akibat dari adanya interaksi yang terjalin antarindividu dan kelompok di dalam masyarakat.

Dari pandangan ini, dapat pula diartikan bahwa sosiologi memiliki tugas untuk menganalisis serta mengadakan sistematika terhadap gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat, dengan jalan menguraikan gejala sosial ini dalam bentuk-bentuk kehidupan mental.

Ada banyak gejala gejala sosial yang dapat diuraiakan, seperti perjuangan, harga diri, simpati, imitasi, dan lain sebagainya. Berbagai hal ini merupakan suatu bentuk prakondisi dari suatu masyarakat yang hanya dapat berkembang secara penuh melalui kehidupan berkelompok atau dalam masyarakat setempat (community).

Kesimpulan mazhab formal

Dari berbagai uraian inilah, kita bisa mengambil ringkasan pemikiran mazhab formal, yang menekankan bahwa pada intinya sosiologi harus memusatkan perhatiannya terhadap kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat. Kelompok -kelompok sosial ini membutuhkan bentuk tertentu yang dapat menguatkan relasi antar elemen yang ada, misalnya melalui lembaga.

Demikianlah penjelasan mengenai mazhab formal, yang merupakan salah satu mazhab dalam sosiologi. Semoga penjelasan ini dapat membantu memahami bagaimana perkembangan sosiologi atau teori sosiologi sesudah Auguste Comte.

Referensi :

  1. Poloma, Margaret. M. 2007. Sosiologi Kontemporer. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.
  2. Soerjono Soekanto. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
*Penulis: Hasna Wijayati

Bacaan lain: