Sejarah, Masa Kejayaan, dan Masa Keruntuhan Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh merupakan kerajaan Islam yang berada di ujung Pulau Sumatera, tepatnya berada di Kutaraja atau sekarang bernama Banda Aceh. Kerajaan ini yang menjadi cikal bakal dari keberadaan agama Islam di Aceh. Selain itu, dengan kuatnya agama Islam disana membuat Kota Banda Aceh mendapat julukan sebagai Kota Serambi Mekkah.

Dalam artikel ini akan dibahas mengebai sejarah berdirinya Kerajaan Aceh hingga peninggalan-peninggalannya.

A. Sejarah Kerajaan Aceh

Sebelum Kerajaan Aceh berdiri, kawasan Aceh telah memiliki kerajaan yang bernama Lamuri atau Indrapura. Pada saat itu, Kerajaan Indrapura dipimpin oleh Sultan Alauddin Husan Syah (1465-1480). Saat ia berkuasa, ia menggabungkan kerajaan kecil dan Pidie dengan Kerajaan Indrapura dan mengganti nama menjadi Kerajaan Darussalam.

Alasan kerajaan-kerajaan kecil itu bersatu karena adanya kekuataan Barat di Malaka. Bersatunya kerajaan tersebut juga berdasar dari pemikiran Ali Mughayat Syah. Ia merupakan putra mahkota Kerajaan Aceh sekaligus menjadi panglima perang kerajaan.

Ditambah pula semakin besarnya kekuataan Portugis di sekitar Selat Malaka membuat Ali Mughayat Syah meminta kepada ayahnya untuk menyerahkan pimpinan kerajaan kepadanya. Kemudian berdirilah Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Sultan AIi Mughayat Syah. 

B. Letak Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh memiliki pusat pemerintahan di Banda Aceh. Selain itu, Banda Aceh juga menjadi titik penyebaran dan pengaruh agama Islam. Kemudian berkembang menjadi bandar dalam berhubungan dengan negara-negara Islam di luar Aceh. 

C. Raja-Raja Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh dipimpin oleh 35 sultan dan sultanah. Akan tetapi, dalam artikel ini akan dibahas lima sultan yang memiliki pengaruh besar bagi Kerajaan Aceh. Nama-nama sultan tersebut yaitu:

1. Sultan Ali Mughayat Syah

Sultan Ali Mughayat Syah memimpin dari tahun 1520-1530. Selain menjadi sultan pertama ia juga menjadi pendiri Kerajaan Aceh. Saat kepemimpinannya ia meletakkan dasar-dasar politik luar negeri Kerajaan Aceh yang berisi sebagai berikut:

  1. Mencukupi kebutuhan sendiri sehingga tidak menjadi bergantung dengan pihak luar
  2. Menjalin persahabatan dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara
  3. Bersikap waspada terhadap negara Barat
  4. Menerima bantuan tenaga ahli dari pihak luar
  5. Menjalankan dakwah Islam ke seluruh Nusantara

2. Sultan Alauddin Ri’ayat Syah Al-Kahar 

Sultan Alauddin Ri’ayat Syah memimpin dari tahun 1537-1571. Saat kepemimpinannya ia berhasil mengembangkan kembali angkatan perang Aceh dan menjalin hubungan dengan Timur Tengah. 

Selain itu, ia juga mendapatkan bantuan perang dari Turki untuk menaklukkan Barus, Batak, dan Aru. Ia juga memposisikan saudara-saudaranya sebagai penguasa untuk menghindari terjadinya perang saudara. Kerajaan Aceh pada masa ini juga melakukan penyerangan ke Johor dan Malaka pada 1537, 1547, dan 1568. Hal ini membuktikan bahwa Kerajaan Aceh berkuasa di wilayah tersebut. 

3. Sultan Alauddin Ri’ayat Syah ibn Munawar Syah

Sultan Alauddin Ri’ayat Syah ibn Munawar Syah memimpin dari tahun 1588-1604. Saat ia memimpin, ia membuka perdagangan lada dengan bangsa Eropa di Aceh. Perdagangan tersebut dilakukan dengan James Lancaster dari Inggris pada 1599 dan 1602. Selain itu, juga dengan Cornelis de Houtman pada 1599. Pada saat kepemimpinannya ia juga berhasil mencairkan hubungan antara Aceh dan Malaka yang dikuasai Portugis.

4. Sultan Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda memimpin dari tahun 1607-1636. Saat kepemimpinannya Kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaannya. Hal ini dikarenakan kebijakan yang diterapkannya berdampak pada meluasnya pengaruh Aceh di kawasan tersebut.

Hubungan Kerajaan Aceh dnegan kerajaan-kerajaan Islam di Timur Tengah semakin menguat. Selain itu, angkatan perang dan budaya Islam juga semakin besar. 

5. Sultan Iskandar Thani 

Sultan Iskandar Thani memimpin dari 1636-1641. Saat kepemimpinannya, ia tidak mampu mempertahankan pengaruh besar Kerajaan Aceh. Ditambah lagi dengan menguatnya posisi VOC yang menguasai Malaka dan Inggris yang menduduki Siak dan sekitarnya.

D. Masa Kejayaan Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh mencapai puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda. Kejayaan tersebut dilihat beberapa hal berikut ini, meliputi:

  1. Sultan Iskandar Muda menerbitkan kepingan uang secara luas dan menetapkannya supaya nilainya tidak berubah-ubah. Tujuan dari adanya uang ini untuk mempermudah perdagangan dalam dan luar negeri. Nilai uang tersebut dapat bersaing dengan ringgit Portugis
  2. Kerajaan Aceh banyak melakukan perdagangan lada sebagai komoditas utama
  3. Hubungan politik Kerajaan Aceh dengan negara Islam di Timur Tengah semakin menguat
  4. Mendukung kegiatan Sufi yang dilakukan oleh Hamzah Al-Fansuri sehingga kebudayaan Islam cepat menyebar
  5. Kerajaan Aceh menjadi bandar transit yang menghubungkan para pedagang Islam di Barat
  6. Kerajaan Aceh menyerang Portugis dan dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya untuk menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah-daerah penghasil lada
  7. Kerajaan Aceh memiliki kekuasaan yang luas meliputi Aru, Pahang, Kedah, Perlak, dan Indragiri

E. Masa Keruntuhan Kerajaan Aceh

Kerajaan Aceh mengalami keruntuhan setelah berakhirnya kekuasaan Sultan Iskandar Thani pada 1641. Faktor yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan Aceh karena perebutan kekuasaan di antara para pewaris tahta.

Selain itu, menguatnya kekuasaan Belanda di Pulau Sumatera dan Selat Malaka. Belanda juga melakukan penyerangan kepada Kerajaan Aceh selama 40 tahun lamanya. Hingga kemudian Kerajaan Aceh resmi jatuh ke tangan kolonial Belanda.

F. Peninggalan-Peninggalan Kerajaan Aceh

1. Masjid Agung Baiturrahman

Masjid Agung Baiturrahman dibangun saat kepemimpinan Sultan Iskandar Muda. Masjid ini awalnya Masjid Raya yang dijadikan pusat kerajaan. Akan tetapi, kemudian dirusak oleh Belanda dan dibangun kembali pada 1879. Saat ini, masjid ini menjadi ikon utama Banda Aceh dan menjadi simbol rekonsiliasi dan rekonstruksi pasca peristiwa tsunami 2004 yang melanda.

2. Makam Iskandar Muda

Makam Iskandar Muda berada di kediaman Gubernur Aceh. Makam ini ditemukan pada 1952 karena sebelumnya dihilangkan oleh Belanda pada masa pendudukan. Makam ini dibuat sebagai bentuk rasa terima kasih atas jasa dan pencapaian yang telah dilakukan oleh Sultan Iskandar Muda untuk Kerajaan Aceh. 

3. Hikayat Prang Sabi

Hikayat Prang Sabi merupakan naskah sastra atau hikaya. Hikayat ini berisikan tentang jihad yang diperlu dilakukan oleh umat Islam. Selain itu, berisi juga nasehat dan kisah-kisah kepahlawanan yang terjadi di Aceh sepanjang masa.

4. Taman Sari Gunongan

Taman Sari Gunongan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Taman ini mengalir Sungai Daroy (Darul Asyiqi). Taman ini sebagai tempat bersenang-senang para permaisuri Sultan Iskandar Muda (Putri Pahang) anak Sultan Johor dari Malaysia. 

Di sebelah barat Gunongan terdapat batu bundar berteras dimana pada masa Sultan Iskandar Muda digunakan sebagai tempat cuci rambut bagi para permaisuri sultan apabila sudah selesai mandi di sungai Darul Asyiqi. Bagian timur Gunongan terdapat Pintu Khop, konon kabarnya pintu tersebut merupakan pintu gerbang bagian belakang istana sultan.

5. Benteng Indra Prata

Benteng Indra Patra sendiri terletak dekat dengan pantai Ujong Batee, atau secara administratif terletak di Desa Ladong, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. 

Referensi

  • https://www.studiobelajar.com/kerajaan-aceh/
  • https://www.gramedia.com/literasi/pendiri-kerajaan-aceh/
  • https://www.kompas.com/stori/read/2021/06/12/100000979/sejarah-berdirinya-kerajaan-aceh?page=all
  • https://www.kompas.com/stori/read/2021/05/30/204418979/kerajaan-aceh-raja-raja-puncak-kejayaan-keruntuhan-dan-peninggalan?page=all

*Penulis: Nabila Salsa Bila

Bacaan lain: