Perlawanan Rakyat Sulawesi Masa Penjajahan Belanda

Sulawesi merupakan pulau di Nusantara yang memiliki potensi besar bagi perdagangan. Sulawesi juga memiliki tanah yang subur dan bagian pesisir banyak berdiri pelabuhan dagang. Dulunya Sulawesi Selatan menjadi pintu gerbang menuju rempah-repah di Timur.

Daya tariknya itu membuat Belanda ingin menguasai wilayah Sulawesi. Oleh sebab itu, Belanda memperkuat posisinya sejak Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mengambil alih VOC pada 1799.

Untuk mengetahui mengenai perlawanan rakyat Sulawesi terhadap Belanda dapat disimak dalam artikel berikut ini.

A. Perlawanan Rakyat Sulawesi Utara

Perlawanan Rakyat Sulawesi Utara terhadap Belanda dikenal dengan nama Perang Tondano. Perang ini terjadi pada 1807-1809. Perang Tondano terbagi menjadi dua periode yaitu saat masa pemerintahan VOC dan perang yang meletus pada abad ke-19.

1. Perang Tondano I

Perang Tondano I terjadi karena ambisi VOC untuk melakukan monopoli beras di Minahasa. Hal ini tentunya ditentang oleh rakyat karena adanya monopoli membuat rakyat semakin sengsara.

Sebelum hadirnya VOC, rakyat Minahasa sudah menjalin hubungan dagang dengan Bangsa Spanyol. Bangsa Spayol jugalah yang menyebarkan agama Kristen di wilayah tersebut. Tokoh Spanyol yang berjasa dalam penyebaran agama Kristen yaitu Fransiscus Xaverius.

Akan tetapi hubungan antara Minahasa dan Spanyol menjadi terganggu tatkala pada abad ke-17 VOC berhasil menanamkan pengaruhnya di Ternate. Kemudian Gubernur Simon Cos yang diberi kepercayaan Batavia untuk membebaskan Minahasa dari Spanyol mulai menempatkan kapalnya di Selat Lembeh.

Hal ini membuat pedagang Makassar dan Spanyol tersingkir dari wilayah tersebut. VOC juga memaksa rakyat Minahasa menjual beras hanya kepadanya, yang kemudian ditolak oleh rakyat Minahasa. Ini memicu kemarahan VOC dan memutuskan untuk melakukan penyerangan kepada rakyat Minahasa

Perang Tondano I terjadi pada 1661-1664. Perang ini tidak mengandalkan aksi militer, melainkan dengan membendung Sungai Temberan. Hal ini berakibat air sungai meluap sehingga membanjiri wilayah pemukiman penduduk. Rakyat Minahasa kemudian mendirikan rumah apung di sekitar Danau Tondano.

Mengetahui upaya yang dilakukan rakyat Minahasa membuat Gubernur Simon Cos mengeluarkan ultimatum berisikan:

  • Masyarakat Tondano harus menyerahkan tokoh pemberontak kepada VOC
  • Masyarakat Tondano harus membayar ganti rugi dengan menyerahkan 50-60 budak karena rusaknya tanaman padi akibat luapan Sungai Temberan

Akan tetapi, ultimatum tersebut tidak dihiraukan rakyat Minahasa sehingga VOC memilih untuk mundur ke Manado. Pindahnya VOC ke Manado justru membuat Minahasa semakin terpuruk.

Hal ini dikarenakan hasil pertanian menumpuk karena pembeli dari Spanyol telah diusir VOC. Masyarakat Minahasa mau tidak mau harus menjalin hubungan kembali dengan VOC supaya hasil pertaniannya tidak menumpuk dan dapat terjual. Dibukanya perdagangan Minahasa dan Belanda dengan membangun pemukiman yang dilengkapi benteng di Sulawesi Utara, sekaligus menandai berakhirnya Perang Tondano I. 

2. Perang Tondano II

Perang Tondano II terjadi ketika 15 dari 26 Kepala Walak bersekutu memerangi Belanda pada pertemuan yang diselenggarakan pada 1806. Pertemuan ini membahas strategi yang digunakan dalam upaya memerangi Belanda 1807.

Kemudian pasukan Belanda yang dipimpin Residen Prediger melakukan penyerangan terhadap Tondani pada Januari 1807. Penyerangan ini dilakukan dengan langsung mengarahkan pasukannya menuju perbentengan dan Danau Tondano.

Dalam penyerangan ini, Belanda belum berhasil menguasai karena kuatnya pertahanan yang dimiliki Rakyat Tondano. Keduanya mengalami pasang surut dalam kekalahan dan kemenangan.

Pada 2 Agustus 1809, Belanda mengirim pasukan dan armada perang bantuan menuju Tondano di bawah pimpinan Kapten Weinstre. Pada 4-5 Agustus terjadi serangan besar-besaran dengan menggunakan ratusan perahu, rakit, dan kapal Kora-Kora oleh Belanda.

Pasukan Belanda berhasil mengepung Benteng dan Kampung Tondano sehingga bantuan dari luar tidak bisa masuk. Penyerangan ini berujung kekalahan bagi Tondano karena kurangnya logistik peperangan dan berhasil ditaklukannya Benteng Moraya dan Paapal.

B. Perlawanan Rakyat Sulawesi Selatan

Perlawanan rakyat Sulawesi Selatan dimulai ketika Belanda mendirikan kantor dagang di Makassar pada 1607. Ini bertujuan untuk mengontrol perdagangan utama yang dikontrol oleh penguasa lokal. Upaya tersebut didengar Kerajaan Gowa yaitu Sultan Hasanuddin yang beranggapan bahwa monopoli perdagangan di Makassar tidak dapat dibenarkan.

Oleh karena itu, Belanda meminta bantuan Arung Palaka. Arung Palaka merupakan tokoh dari Kerajaan Bone yang sudah lama ingin membebaskan diri dari kekuasaan Gowa namun selalu berujung kegagalan. Kemudian Arung Palaka menyingkir ke Batavia untuk membentuk rencana peperangan dalam perang menghadapi Gowa.

Pada 1666-1667, Perang Makassar terjadi, menyebabkan kekalahan bagi Gowa. Kekalahan Gowa menandai semakin menguatnya pengaruh Belanda di Makassar. VOC menjadi pihak yang memonopoli perdagangan di Makassar.

Kekuasaan VOC yang menguat membuat beberapa kerajaan memutuskan untuk melepaskan diri dari pengaruhnya. Salah satunya yaitu Kerajaan Wajo yang bersitegang dengan Belanda sejak 1710-1754. Akan tetapi upaya pemisahan tersebut gagal dilakukan karenanya minimnya dukungan.

Kerajaan Bone yang semula memihak Belanda setelah kematian Arung Palaka memilih menyusun rencana guna melawan Belanda. Kemudian terjadi juga perubahan kekuasaan kepada Inggris sehingga Belanda tidak lagi dapat mengubah kondisi membuat beberapa wilayah menyatakan diri sebagai negara merdeka seperti Kerajaan Bone, Tanete, Suppa.

Pasukan Belanda yang dipimpin oleh de Stuers melakukan penaklukan kerajaan-kerajaan yang memisahkan diri dengan kekerasan. Kerajaan Tanete diserbu pada 16 Juli 1824 dan menekan raja barunya untuk berdamai dengan Belanda.

Sementara itu, Kerajaan Suppa diserang pada 4 Agustus 1824. Akan tetapi Kerajaan Suppa telah menyiapkan serangan tersebut dengan menyiapkan 4.000 serdadu sehingga penyerangan Belanda gagal karena banyak perwiranya yang tewas.

Kerajaan Bone bersikap ofensif dengan menduduki bekas wilayah Tanete dan mengangkat kembali bekas rajanya. Gubernur Jenderal menyaksikan kondisi ini dan memperkuat posisi yang masih dikuasai Belanda dan mengirim bantuan militer sebanyak mungkin.

Perlawanan ketiga kerajaan tersebut dalam melawan Belanda mulai menurun ketika Tanete dipimpin oleh raja perempuan dan memilih berdamai dengan Belanda. Sementara itu, Kerajaan Bone dan Suppa belum dapat ditaklukkan oleh Belanda sepenuhnya. Hal ini sekaligus menandai bahwa Belanda tidak benar-benar sepenuhnya menduduki wilayah Sulawesi Selatan

Referensi

  • https://www.studiobelajar.com/perlawanan-rakyat-sulawesi/
  • https://www.kompas.com/stori/read/2021/10/01/100000579/perang-tondano-i-latar-belakang-jalannya-perang-dan-akhir?page=all
  • https://www.kompas.com/skola/read/2020/10/21/142226469/perang-tondano-melawan-belanda?page=all

*Penulis: Nabila Salsa Bila

Bacaan lain: