BK Kelompok: Teori Belajar Pembelajaran Pribadi dan Pengembangan Kelompok

Portal-ilmu.com kali ini akan memberikan materi bimbingan dan konseling kelompok tentang teori pembelajaran pribadi dan pengembangan kelompok. Jika sebelumnya sudah dijelaskan tentang peran asisten dalam kelompok.

Maka materi kali ini merupakan pembahasan yang masih terkait dengan materi bimbingan dan konseling sebelumnya tentang peran asisten dalam kelompok remaja. Ada dua kunci teori yang penting dalam kelompok yaitu experiential learning dan student centered.

Pertama experiential learning, mengenai cara individu untuk merefleksi pengalaman dan memberikan respon. Kedua, student-centered, menekankan pada keunikan potensi yang dimiliki oleh masing- masing peserta didik.

Semua teori memiliki kesamaan pandangan bahwa belajar melibatkan perubahan. Ini disebabkan menambah khasanah pengetahuan kita. Kerja kelompok PLD (Personal Learning and Development’s Young People) menjadi efektif, apabila terjadi pembelajaran pribadi, mengetahui apa yang diinginkan dan apa yang memungkinkan hal itu terjadi, melalui praktek.

Experiential learning mengacu pada kebutuhan individu untuk mengalami sesuatu dan belajar dari pengalaman. Peran individu adalah merefleksikan pengalaman, baik yang berasal dari diri sendiri maupun orang lain.

Refleksi ini berguna untuk memahami dan mempertimbangkan yang akan dilakukan jika pengalaman itu datang kembali, apakah melakukan hal yang serupa atau berbeda. Kerangka kerja kelompok experiential learning, yaitu

  1. Melakukan kegiatan kelompok (pengalaman);
  2. Merefleksikan yang terjadi dalam kelompok dengan peserta lain (observasi dan refleksi);
  3. Mengambil makna diskusi dengan peserta lain dan fasilitator (konseptualisasi dan generalisasi);
  4. Merencanakan yang akan dilakukan di masa mendatang (melakukan percobaan secara aktif).

Sedangkan, pendekatan berpusat pada siswa (student-centered) menekankan hubungan antara pelajar dan fasilitator, sehingga beresonansi dengan praktisi dukungan remaja. Keunikan potensi dan kekuatan peserta didik dalam merefleksikan, bertanggungjawab, membuat keputusan dan terlibat dalam pembelajaran dan pengembangan diri, juga menjadi fokus utama.

Fasilitator membantu memperkuat hubungan, yang berhubungan dengan kepercayaan terhadap remaja dalam kelompok. Meskipun asisten, didorong untuk akrab dengan pendekatan berpusat pada individu, bagaimanapun juga, asisten kurang memahami bagaimana prinsip berpusat pada siswa diterapkan dalam konteks pendidikan.

Brandes dan Ginnis menjelaskan bahwa pemilik pembelajaran adalah siswa dan guru sebagai fasilitator. Siswa bertanggung jawab dalam memilih dan merencanakan kurikulum atau setidaknya berpartisipasi dalam menentukan kurikulum.

Belajar dimulai dari diri sendiri dengan melibatkan proses penyelidikan dan penemuan, dan siswa bertanggung jawab untuk mengevaluasi hasil. Pelaksanaan pembelajaran melibatkan tiga kondisi inti yaitu (1) Empati; (2) Kongruensi; dan (3) penerimaan positif tanpa syarat yang memungkinkan individu dalam kelompok merasa bernilai, bertanggung jawab dan mencapai kesadaran diri.

Student-centered ini menjadi hal yang penting sebab

  1. Pribadi itu unik;
  2. Dilahirkan dengan bakat dan aktulisasi diri;
  3. Memiliki sumber perkembangan pribadi;
  4. Menempatkan tanggung jawab dengan baik dan membuat keputusan tentang kehidupan mereka;
  5. Mempunyai pengalaman pribadi yang bisa membawa kepada aktualisasi diri;
  6. Membutuhkan bantuan untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan pengembangan diri.

Kedua pendekatan teoritis dapat diintegrasikan praktisi dalam perencanaan dan sesi kelompok PLD. Caranya dengan mengakui bahwa siswa belajar dari pengalaman dan membagikan pengalaman dalam sesi, pada saat yang sama mengakui perlunya siswa untuk memainkan peran aktif, dan bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri.

Selain kedua perspektif teoritis, konsep lain, asisten harus menyadari bahwa individu memiliki cara sendiri dalam belajar. Hal ini yang dikenal dengan gaya belajar, sehingga diharapkan lebih fleksibel dalam perencanaan sesi kelompok PLD guna memastikan bahwa kebutuhan setiap individu dapat tercapai.

Konsep gaya belajar perlu mendapatkan perhatian sebab berkaitan dengan kesempatan belajar yang dimiliki oleh masing-masing individu. Selain itu, individu juga memiliki perbedaan dalam konsentrasi belajar, sehingga cara belajar berpengaruh terhadap pelaksanaan PLD dan proses belajar lainnya.

Perbedaan perspektif tentang gaya belajar. Namun saling melengkapi, dikembangkan oleh Madu dan Mumford, yang menitikberatkan pada konsep experiential learning dan teori Gardner tentang kecerdasan majemuk.

Gaya belajar Mumford, terbagi menjadi empat pendekatan, yaitu

  1. Aktivis: individu perlu terlibat dalam belajar, berperan aktif, cepat bergabung, ingin 'memiliki pengalaman'. Namun, aktivis bisa menjadi mudah bosan, mudah terganggu dan ingin melanjutkan (siklus experiential learning Kolb: pengalaman);
  2. Reflektor, individu membutuhkan waktu dalam memikirkan sesuatu, ‘meletakkan’ di bawah mikroskop dan memeriksa secara rinci. Reflektor tidak mungkin menjadi yang pertama untuk 'bergabung' dalam suatu kelompok, mereka mungkin enggan atau bahkan menarik diri (siklus experiential learning Kolb: observasi dan refleksi);
  3. Theorist, individu perlu memahami dasar teoritis atau konseptual. Mengapa hal ini terjadi? Siapa yang menyatakan? Bagaimana kita tahu bahwa tidak ada cara lain untuk melihat hal-hal tersebut? Teoretis akan menggunakan keterampilan riset, tapi, seperti reflektor, mungkin merasa sulit untuk bergabung dalam kelompok (siklus experiential learning Kolb: konseptualisasi dan generalisasi);
  4. Pragmatis, individu termotivasi untuk terlibat dengan belajar selama itu adalah nilai, memiliki akhir dan tujuan. Mereka mencari solusi praktis, tertarik untuk menerapkan pembelajaran. Sesi yang sia-sia dan tidak relevan tidak akan merangsang pragmatis (siklus experiential learning Kolb: percobaan aktif).

Idealnya, individu paling tidak memiliki dua atau lebih gaya belajar yang dominan. Tujuannya dalam rangka untuk meningkatkan prestasinya. Setiap individu pasti akan mengadopsi gaya belajar, yang mereka rasa paling nyaman.

Selanjutnya, teori Gardner tentang kecerdasan majemuk, mengandung premis bahwa kecerdasan tidak tetap, tetapi terdiri dari tujuh bakat yang dapat dikembangkan. Meskipun orang dilahirkan dengan ketujuh 'kecerdasan'.

Namun ada kemungkinan bahwa salah satu dari ketujuh kecerdasan tersebut ada yang berkembang menjadi dominan. Sementara yang lain sedikit yang digunakan atau tidak sama sekali. Kecerdasan yang dimaksud adalah

  1. Linguistik (bagus dalam menuliskan kata-kata);
  2. Matematika atau logis (memecahkan masalah, berbakat numerik, dapat berpikir logis melalui urutan ide);
  3. Visual atau spasial (kemampuan untuk memvisualisasikan dan membayangkan);
  4. Musical (menikmati musik dan memiliki rasa yang baik dalam ritme);
  5. Interpersonal (melihat dengan sudut pandang yang berbeda);
  6. Intrapersonal (menyadari pikiran dan perasaannya, dan mampu menjelaskannya);
  7. Kinestetik (kontrol yang baik dalam penggunaan tubuh).

Meskipun terdapat beberapa gaya belajar yang berbeda. Namun pembelajaran yang paling sesuai adalah pengalaman belajar yang dimiliki individu, baik melalui pendidikan formal maupun kesempatan pengembangan pribadi dan profesional.

Setelah, individu mengetahui gaya belajar masing-masing, asisten memutuskan tujuan dan arah sesi. Pemahaman mengenai konsep teori dan aplikasi tidak selalu mudah, asisten dan praktisi harus mengerti bahwa mereka bukan dimanfaatkan bagi individu, melainkan terintegrasi dalam praktek profesional.

Demikian penjelasan tentang Teori Belajar Pembelajaran Pribadi dan Pengembangan Kelompok. Di mana individu diharapkan mampu belajar dari pengalaman hidup yang dialami karena masing- masing dari kita merupakan pribadi unik. Dengan demikian, tentu saja memiliki gaya belajar yang berbeda- beda.

Daftar Pustaka:

Westergaard, J. 2009. Effective Group Work with Young People. New York: Open University Press.

Bacaan lain: